REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan Bank Indonesia (BI) tengah membahas upaya lindung nilai (hedging) untuk lembaga keuangan syariah. Pasalnya melemahnya rupiah terhadap dolar AS turut memiliki dampak negatif pada perusahaan-perusahaan dalam negeri sehingga hedging dinilai perlu dilakukan untuk mengurangi risiko.
Ketua DSN-MUI, Ma’ruf Amin mengatakan pelemahan rupiah tidak hanya berdampak bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saja, tetapi juga bagi lembaga keuangan syariah yang menyalurkan pembiayaan dalam denominasi dolar AS. “DSN punya working group dengan BI dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk membahas hedging, tapi memang tidak mudah menghasilkan anuitas untuk hedging,” kata dia baru-baru ini.
Working group tersebut, kata Ma’ruf, berupaya meminimalisir kerusakan akibat dari gejolak ekonomi global. Namun hal ini tidaklah mudah, terutama perihal anuitas. “Misalnya anuitas itu lama berapa tahun, DSN sudah bilang boleh atau proporsional BI sudah oke, tapi IAI butuh bertahun-tahun untuk mengeluarkan Buletin Teknis Standar Akuntasi Pemerintah (Bultek SAP)," kata dia.
Keluarnya Bultek, sambung Ma'ruf, juga harus menggunakan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 50, PSAK 55, PSAK 60. Menurutnya, hedging adalah jalan keluar menghadapi tantangan gejolak ekonomi global yang memang sulit dihindari.