REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia telah melakukan penandatanganan bilateral swap agreement (BSA) dengan Jepang yang nilainya mencapai 12 miliar dolar AS. Selain dengan negeri sakura, Indonesia disebut-sebut tengah melakukan pendekatan dengan dua negara lainnya yakni Korea Selatan (Korsel) dan Cina untuk menambah BSA.
Ditemui di sela-sela perhelatan APEC Finance Ministers' Meeting di Nusa Dua, Bali, akhir pekan ini, Menteri Keuangan Korea Selatan Oh Seok Hyun enggan menanggapi hal tersebut. "Saat ini, saya tidak ingin menyebutkan tentang hal itu. Saya tidak bisa mengatakannya karena diskusi harus dilakukan dengan hati-hati dan penuh pemahaman oleh kedua belah pihak. Jadi, kami lebih baik menunggu untuk menghindari ketidakpastian," ujar Hyun kepada para wartawan.
Sebagaimana Hyun, Menteri Keuangan Cina Lou Jiwei juga tidak mengungkapkan secara spesifik terkait BSA. Walaupun dalam konferensi pers, Lou menyadari pentingnya BSA di masa-masa seperti sekarang ini.
BSA merupakan fasilitas bantuan keuangan jangka pendek dalam bentuk penukaran mata uang asing (foreign exchange swap). Tujuannya untuk memperkuat cadangan devisa negara yang mengalami kesulitan neraca pembayaran jangka pendek.
Menteri Keuangan Indonesia Chatib Basri beberapa waktu lalu mengungkapkan, keberadaan BSA saat ini penting mengingat rentannya perekonomian akibat rencana tapering off quantitative easing (QE) oleh Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (the Fed). Walaupun jika berkaca pada pengalaman krisis global 2008 silam, Indonesia tidak menggunakan dana BSA.
"Mudah-mudahan untuk yang sekarang pun demikian. Sebab ini hanya second line of defense," kata Chatib. Indonesia saat ini memiliki dana cadangan 17,5 miliar dolar AS yang terdiri dari dana pinjaman siaga (standby loan) senilai 5,5 miliar dolar AS yang berasal dari Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, Jepang, dan Australia serta dana BSA dengan Jepang 12 miliar dolar AS.