REPUBLIKA.CO.ID, Assalamu'alalaikum Wr.Wb.
Bapak Gozali yang dirahmati Allah, saya adalah seorang karyawan baru di sebuah BUMN dengan gaji pokok Rp 4,6 juta dan tambahan lain-lain kira-kira menjadi Rp 5,2 juta per bulan. Usia saya sekarang 23 tahun dan berencana untuk menikah ketika usia 25 tahun.
Sebelum menikah saya memiliki keinginan untuk mengangsur sebuah rumah di kota asal saya di Yogya untuk tujuan investasi masa depan. Saya belum mengetahui seluk beluk beli rumah/membangun rumah dan juga persiapan untuk menikah (seberapa besar biayanya). Setiap bulan pengeluaran saya rata-rata Rp 800 ribu (pribadi) dan memberi orangtua kira-kira Rp 1 juta. Nah, kira-kira bagaimana saya mengatur keuangan saya ya? Untuk memberi orangtua, mencicil membeli rumah, dan persiapan untuk menikah?
Matur nuwun sarannya.
Hasan Basri
Probolinggo
Jawaban:
Wa'alaikumussalam wr wb
Alhamdulillah, keuangan Anda sekarang dalam kondisi yang baik. Manfaatkan kondisi sekarang untuk mencapai tujuan keuangan di masa depan. Sebagai pemuda single yang berpenghasilan lumayan, saya sering ibaratkan sebagai mobil truk tanpa muatan. Punya mesin dengan kekuatan besar, tapi muatannya masih kosong. Artinya bisa manfaatkan kondisi sekarang untuk "ngebut" mumpung muatan masih kosong. Karena kalau sudah banyak muatannya, truk akan menjadi sangat berat dan sulit untuk ngebut lagi.
Dengan total penghasilan Rp 5,2 juta, pengeluaran total Anda saat ini adalah Rp 1,8 juta, ini artinya masih ada surplus sebesar Rp 3,4 juta setiap bulan. Sedangkan Anda sendiri memiliki keinginan untuk menikah dalam waktu dua tahun sejak sekarang, dan memiliki rumah sendiri sebelum menikah, serta tetap bisa membantu orangtua.
Untuk pemberian pada orangtua, saya rasa bisa tetap diteruskan seperti sekarang dengan mengalokasikan Rp 1 juta per bulan. Sedangkan untuk biaya hidup pribadi Anda sendiri, sangat wajar jika dalam waktu beberapa bulan ke depan akan ada penyesuaian menjadi Rp 1-1,5 juta per bulan.
Kenapa? Karena setelah bekerja nanti akan ada biaya-biaya tambahan seperti biaya komunikasi yang semakin bertambah, transportasi Probolinggo-Jogja, biaya sosialisasi, dan lain-lain. Biaya-biaya ini cenderung bersifat tidak tetap dan bukan biaya rutin, namun bisa mengganggu jika tidak dialokasikan sejak awal.
Saran saya, tetap pertahankan biaya rutin seperti sekarang Rp 800 ribu per bulan, namun alokasikan sekitar Rp 500 ribu per bulan masuk ke dalam tabungan untuk pengeluaran yang tidak rutin. Sementara sisa surplus yang lain, yaitu sebesar Rp 2,9 juta bisa digunakan sepenuhnya untuk berinvestasi. Anda bisa alokasikan Rp 1,5 juta untuk dana pembelian rumah, Rp 1 juta untuk dana pernikahan, dan sisanya Rp 400 ribu untuk investasi jangka panjang.
Untuk dana pembelian rumah dan pernikahan, investasinya harus memberikan keuntungan yang cukup memadai karena jika ditabung biasa saja dananya akan kurang untuk DP rumah maupun dana pernikahan. Tapi, sebaiknya tidak pilih investasi yang berisiko tinggi karena kita akan menggunakannya dalam jangka pendek (1-2 tahun).
Produk keuangan yang cocok untuk ini saya rasa adalah emas. Anda bisa membeli emas batangan atau Logam Mulia Rp 2,5 juta per bulan untuk pembelian rumah dan pernikahan. Setelah 1 tahun, jual 2/3 dari emas yang sudah Anda miliki untuk dijadikan sebagai DP rumah. Alokasi Rp 1,5 juta tetap dikeluarkan, tapi dialihkan untuk membayar cicilan rumahnya. Sedangkan alokasi Rp 1 juta tetap dilanjutkan selama 2 tahun untuk pernikahan.
Sedangkan untuk investasi jangka panjang, bisa mulai dengan Rp 400 ribu per bulan dialokasikan ke reksadana saham. Kenapa reksadana saham? Ini karena usia Anda masih muda, artinya bisa mengambil risiko yang lebih tinggi. Dan, kita harapkan keuntungan yang besar dalam jangka panjang. Jadi, tidak perlu khawatir dengan naik-turun harga dalam jangka pendek, karena keutungannya baru akan dirasakan dalam jangka panjang.
Demikian dari saya, selamat berinvestasi. Ingat, gunakan masa muda sebelum datang masa tua.