REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Dalam kondisi perekonomian terkini, negara-negara yang tergabung dalam Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) dihadapkan pada dua tantangan utama. Menteri Keuangan Republik Indonesia Muhamad Chatib Basri mengatakan, anggota APEC harus mampu menunjukkan kapasitasnya untuk pulih dari fluktuasi ekonomi global dan mendukung pertumbuhan ekonomi dengan mempertahankan momentum pertumbuhannya.
"Kita perlu melipatgandakan usaha kita untuk membangunan fundamental ekonomi melalui reformasi struktural," ujar Chatib dalam pidato kuncinya pada gelaran APEC Finance Ministers' Meeting and Related Meetings di Nusa Dua, Bali, Jumat (19/9).
Terdapat beberapa upaya untuk reformasi struktural salah satu di antaranya adalah penyelesaian masalah infrastruktur. "Indonesia telah memilih untuk fokus kepemimpinan tahun ini untuk isu infrastruktur," kata Chatib.
Chatib menjelaskan Indonesia secara konsisten berupaya untuk membawa permasalahan tersebut ke dalam forum internasional seperti ASEAN dan G-20. Indonesia memandang, untuk memperkuat dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi, negara-negara berkembang perlu menarik modal yang sifatnya jangka panjang untuk diinvestasikan dalam proyek-proyek infrastruktur berkualitas tinggi. "Hal ini akan membuat investor internasional jangka panjang mencari investasi yang stabil dan menguntungkan," ujarnya.
Meskipun begitu, terdapat ironi dalam perekonomian global saat ini yakni sektor swasta mengklaim kesempatan untuk investasi di sektor infrastruktur minim. Oleh karena itu, Chatib kembali menekankan pentingnya penciptaan pasar infrastruktur yang kompetitif di kawasan APEC. "Tantangan kita adalah untuk mengambil langkah-langkah praktis sekarang. Ini tentu membutuhkan waktu dan strategi yang tepat. Dan itu akan menjadi jawaban bagi harapan masyarakat apakah kita bisa memberikan sesuatu yang konkret dari pertemuan ini," kata Chatib.
Sementara itu, para menteri keuangan APEC menutup pertemuan mereka pada Jumat (20/9), dengan menghasilkan sebuah joint statement. Isinya adalah para menteri keuangan APEC mengungkapkan tekad untuk menempatkan ekonomi-ekonomi anggotanya pada jalur pertumbuhan yang lebih kuat, berkelanjutan dan seimbang.
Para menteri sepakat pertumbuhan global masih lemah, cenderung mengarah pada downside risk. Demikian pula dengan outlook ekonomi yang menunjukkan pertumbuhan akan lebih lambat dan tidak seimbang seperti yang diharapkan.
Joint statement memberikan suatu pandangan mengenai kondisi makroekonomi di kawasan APEC. Khususnya mengenai bagaimana kawasan dapat terus meningkatkan pembangunan di sektor infrastruktur, pentingnya keuangan inklusif untuk mencapai kesetaraan dan peningkatan potensi pertumbuhan serta dampak dari krisis keuangan global terkait dengan ketersediaan dan beban pembiayaan perdagangan (trade finance).