REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serikat Petani Indonesia (SPI) meminta pemerintah menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk kedelai lokal sebesar Rp 8.500 per kilogram (kg). Hal ini sebagai salah satu upaya mendorong terwujudnya stabilisasi harga komoditas pembuat tempe dan tahu itu.
"Biaya produksi petani kedelai sebelum BBM naik itu Rp 5,6 juta per hektar lahan, tetapi setelah BBM naik meningkat menjadi sekitar Rp 6,5 juta, jadi kita ingin HPP itu Rp 8.500 per kilogram agar keuntungan petani tidak tipis dan rasional," papar Ketua Bidang Kajian Strategis Nasional SPI Achmad Yakub di Jakarta, Kamis (19/9).
Yakub juga meminta pemerintah memastikan tanah terlantar yang dikuasai perusahaan besar biasa diakses petani. Sehingga petani bisa menanam kedelai secara melimpah dan pada akhirnya menekan kenaikan harga kedelai. "Lahan terlantar apakah itu punya BUMN Perhutani, maupun pihak swasta harus bisa diakses petani. Karena sejauh ini anggota SPI di Rokan Hilir, Sumatra Selatan bisa dan berhasil menanam berbagai jenis komoditas pangan di lahan seluas 1.529 hektar milik PTPN VII yang terlantar sejak 2011," ujar dia.
Selain itu Yakub juga mengharapkan pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan pihak akademisi universitas lokal bisa memastikan ketersediaan alat-alat produksi pertanian, serta benih kedelai lokal yang unggul, sehingga petani bisa menanam tepat waktu dan tepat jumlah. Selama ini, kata dia, para petani mendapatkan benih kedelai seadanya di pasaran, tanpa mengetahui apakah itu merupakan benih unggul atau bukan.
"Jadi tiga hal yang darurat dan bisa dilakukan jangka pendek untuk stabilitas harga kedelai adalah penetapan HPP rasional, akses petani terhadap lahan terlantar, serta memastikan ketersediaan benih," kata dia.