REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengrajin tahu-tempe di kawasan Utan Kayu, Jakarta Timur, belum merasakan dampak stabilisasi harga kedelai karena mereka masih harus membeli komoditas itu dengan harga di atas Rp 9.500 per kilogram (kg). "Kami jujur belum merasakan dampak stabilisasi harga kedelai dari pemerintah," kata salah satu pengrajin tahu-tempe di Jalan Srikaya Nomor 4 Utan Kayu Utara, Matraman, Jakarta Timur Benny Hasyim di Jakarta, Jumat (13/9).
Ia mengatakan, hingga hari ini, pengrajin di wilayah itu masih membeli kedelai dengan harga di atas Rp 9.500 per kg. Menurutnya, penurunan harga kedelai yang dijanjikan pemerintah sampai minimal di angka Rp 8.500 per kg masih sekadar wacana. "Tidak ada penurunan harga kedelai sampai sekarang ini, baru wacana itu, masih Rp 9.500," katanya.
Kenaikan harga kedelai dari yang semula Rp 8.500 hingga di atas Rp 9.500 itu, kata dia, cukup memberatkan perajin. Tingkat produksi tahu-tempe mereka pun mengalami penurunan hingga 20 persen. "Sekarang kami hanya mampu produksi dua kwintal per hari dengan omzet sekitar Rp 2 juta," kata Benny.
Padahal sebelumnya, pabriknya mampu memproduksi tiga kwintal tahu per hari dengan omzet mencapai Rp 3,5 juta per hari. Berbagai upaya sudah dilakukan Benny dan rekan-rekannya untuk bisa menekan harga kedelai di pasaran, mulai berunjuk rasa hingga melakukan mogok kerja namun upaya itu belum membuahkan hasil. "Pemerintah sudah mengumumkan akan ada (penurunan harga kedelai) tapi sampai saat ini belum ada penurunan sama sekali," katanya.