Selasa 03 Sep 2013 15:02 WIB

Pemerintah Tak Ingin Proyek PLTU Batang Gagal

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
 Warga yang tergabung dalam Paguyuban Rakyat Batang Berjuang Untuk Konservasi melakukan aksi menolak rencana pembangunan PLTU Batang di depan Kedubes Jepang, Jakarta, Senin (22/7).    (Republika/ Tahta Aidilla)
Warga yang tergabung dalam Paguyuban Rakyat Batang Berjuang Untuk Konservasi melakukan aksi menolak rencana pembangunan PLTU Batang di depan Kedubes Jepang, Jakarta, Senin (22/7). (Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas 2x1000 megawatt (MW) di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, yang direncanakan dimulai Oktober 2013  terancam molor.  Ini tak lepas dari terkatung-katungnya pembebasan lahan dari total lahan seluas 192 hektare. 

"Proyek ini strategis untuk pemerintah karena merupakan PPP (Public Private Partnership) energi pertama. Jadi kita tak ingin gagal sehingga pemerintah posisinya proyek harus jalan terus," ujar Deputi Perencanaan Infrastruktur dan Regional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Luky Eko Wuryanto di kantornya, Selasa (3/9).

Luky menjelaskan di dalam amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) telah ada beberapa rencana aksi yang dimasukkan. Misalnya untuk program pemberdayaan masyarakat kepada kelompok masyarakat yang berpotensi kehilangan pekerjaan seperti petani dan nelayan. "Amdal sekarang sudah keluar dan ini akan kita jadikan basis untuk kemudian kita sosialisasikan lagi ke masyarakat," kata Luky. 

Dalam sosialisasi nantinya, pemerintah juga akan melibatkan PLN, tidak hanya PT Bimasena Power Indonesia (BPI). Karena yang berkembang, ujar Luky, seolah-olah ini proyek swasta, padahal ini pemerintah. Selain itu, pendekatan kepada beberapa LSM yang selama ini menjadi motor penolakan juga akan diperbaiki.

"Biasanya mereka dengan pemerintah langsung menutup diri. Nanti kita akan kembangkan cara yang lebih baik untuk mereka. Tapi dengan Amdal, sebetulnya sudah tidak ada alasan bagi mereka untuk protes," papar Luky.

Terkait rentang waktu sampai dimulainya proyek, Luky memastikan pemerintah akan tetap tunduk pada financial closing per 6 Oktober nanti. Sebagai antisipasi, pemerintah akan menempuh langkah-langkah untuk melindungi secara hukum agar proyek ini masih bisa terus berjalan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement