REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peternak mengingatkan pemerintah agar jangan terburu-buru mengambil keputusan terkait tata niaga sapi. Sejauh ini, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengusulkan pendekatan berbasis harga untuk merespon paket ekonomi yang telah bergulir. Kebijakan tersebut dinilai sangat tergesa-gesa dan hanya melihat dari sisi konsumen dan mengabaikan para peternak.
Peternak meminta pemerintah untuk menjelaskan beberapa hal apabila pendekatan berbasis harga ini jadi diterapkan. Pertama, terkait penetapan harga referensi sebesar Rp 76 ribu per kilogram (kg). Harga ini harus ditentukan untuk daging bagian mana. Daging pada karkas sapi memilki bagian, kualitas dan harga yang berbeda-beda di pasaran. Pemerintah seharusnya menggunakan patokan harga karkas yang berlaku saat ini sebesar Rp 69 ribu per kg.
"Pada tingkat harga ini, peternak sapi lokal tidak akan menjerit," ujar Ketua Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Teguh Boediyana, Ahad (1/9).
Selanjutnya, tata niaga sapi juga akan sangat terpengaruh pelemahan rupiah. Apalagi selama ini yang banyak diimpor yaitu daging beku. Feedloter menurut peternak nantinya tidak akan mampu menjual daging dengan harga yang ditetapkan pemerintah. Imbasnya, peluang peternak kecil untuk mulai menggemukkan sapi bakalan impor juga akan hilang.
Peternak pun menuntut pemerintah untuk tegas melarang pemotongan sapi betina produktif. Saat ini semua pihak termasuk peternak tengah menunggu hasil sesus pertanian terbaru. Apabila angka populasi sapi sudah dilansir, peternak menilai akan diikuti dengan kenaikan volume impor. Untuk itu peternak meminta agar pemerintah membuat kebijakan untuk menaikkan bea masuk bagi daging beku.
"Tanpa ada kenaikan bea masuk, kebijakan pemerintah hanya akan memberikan keuntungan untuk segelintir pihak, terutama importir daging sapi," ujarnya.
Terakhir, PPSKI juga mengingatkan agar pemerintah melakukan pengawasan terhadap daging impor untuk kebutuhan industri. Tanpa pengawasan ekstra ketat, dikhawatirkan terjadi moral hazard. PPSKI meminta pemerintah untuk membahas tata niaga sapi lebih mendalam dengan berbagai pihak. Selama ini disinyalir pemerintah hanya mendengarkan masukan dari kelompok usaha besar. Padahal kecendrungan kelompok tersebut hanya berorientasi pada keuntungan semata.