REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memutuskan menaikkan tingkat suku bunga acuan (BI rate) sebesar 50 basis poin dari 6,5 persen menjadi tujuh persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG).
Menko Perekonomian, Hatta Rajasa menyakini kebijakan tersebut tidak akan menimbulkan krisis. "Tidak akan menimbulkan krisis," katanya saat ditemui di kantor presiden, Kamis (29/8).
Staf khusus presiden bidang ekonomi, Firmanzah juga menyatakan hal serupa. Ia menilai kebijakan tersebut belum berpotensi pada krisis moneter. Ia mencontohkan, pada 2008, BI rate bahkan mencapai 9,55 persen. Dengan kebijakan BI ini, ia meyakini sebagai langkah antisipasi sekaligus kewaspadaan terhadap kondisi ekonomi.
"Kondisi saat ini terus kita waspadai. Tetapi kalau dibilang krisis, jawabannya tidak. Sektor riil dan konsumsi masih tinggi," katanya.
Ia mengatakan, pemerintah menekankan pada sisi fiskal. Seperti mendorong investasi, peningkatan ekspor, daya beli masyarakat, mengelola pasokan kebutuhan pokok untuk tahan terhadap inflasi, penyerapan tenaga kerja, dan menjaga pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, Wamenkeu Mahendra Siregar mengatakan kebijakan untuk menaikan suku bunga merupakan hak BI. Ia juga meyakini kebijakan itu tak lain untuk mempersiapkan kondisi ekonomi Indonesia ke depan serta selaras dengan kebijakan pemerintah untuk menstabilkan ekonomi.
Ia mengatakan kebijakan tersebut belum tentu mengorbankan pertumbuhan. Karena kebijakan BI untuk merespon sinyal kurs. "Kalau pertumbuhan kita harus jaga dengan kebijakan sendiri jadi belum langsung seperti itu dampaknya karena bisa diharapkan dapat memperbaiki kondisi dalam konteks stabilitas kurs akan lebih terjaga," katanya.