REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai Indonesia bisa jadi target pasar atau sapi perah dalam industri farmasi atau kesehatan, apalagi menjelang Masyarakat Ekonomi Asean (AEC). Ketua Komite Tetap Kadin Indonesia Bidang Kebijakan Kesehatan Adib A Yahya mengatakan, dari 575 juta jiwa penduduk yang tinggal di kawasan Asia Tenggara (Asean), 42 persen diantaranya adalah penduduk Indonesia. Padahal, kontribusi jumlah penduduk negara-negara lainnya lebih sedikit seperti Filipina hanya 16,5 persen, Vietnam 15 persen, dan Thailand 12 persen.
Lebih lanjut dia mengatakan, jumlah Rumas Sakit yang ada di Indonesia juga ada lebih dari 2 ribu unit. “Untuk itu, negara tetangga mengatakan Indonesia adalah pasar yang menarik untuk industri kesehatan atau farmasi,” katanya saat diskusi yang membahas tentang 'strategi peningkatan daya saing industri kesehatan Indonesia' di Jakarta, Rabu (28/8).
Seharusnya, kata Adhib, Indonesia harus malu pada Vietnam. Menurutnya, Vietnam mampu membidik pasar jasa kesehatan dibawah level negaranya seperti Kamboja, Tetapi Indonesia tidak bisa meniru kebijakan negara tersebut. “Indonesia kan punya Timor Leste, kenapa kita tidak menjadikannya pasar?” ujarnya.
Padahal, dia melanjutkan, Indonesia dikenal sebagai pengekspor perawat. Namun di satu sisi dia prihatin dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) perawat ekspor dari Indonesia kalah bersaing dengan Filipina karena perawat Indonesia tidak menguasai Bahasa Inggris.
Untuk itu dia memperingatkan agar Indonesia lebih berhati-hati karena dapat dijadikan sapi perah oleh negara-negara asing. Apalagi Indonesia sedang menyongsong MEA pada 2015 dan adanya era perdagangan jasa keseharan intra-ASEAN.
Pihaknya memberi beberapa masukan agar masalah tersebut dapat diselesaikan. Pertama, pemerintah menyusun desain utama jasa pelayanan kesehatan nasional guna optimalisasi peran jasa kesehatan domestik dalam industri jasa kesehatan di Asia Tenggara.
Kedua, pengembangan kapasitas jasa kesehatan melibatkan unsur swasta (public private partnership). Masukan ketiga yaitu pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.