Selasa 27 Aug 2013 14:39 WIB

BI: NPL Perbankan Aman

Rep: Satya Festiani/ Red: Nidia Zuraya
Kredit macet (ilustrasi).
Foto: Republika/M Syakir
Kredit macet (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) optimistis perbankan dapat menjaga risiko kredit macet (NPL) di level aman di tengah perlambatan ekonomi. Inflasi dan gejolak perekonomian dunia telah menyebabkan ekonomi nasional melambat.

Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan pertumbuhan ekonomi yang menurun memang memungkinkan terjadinya kenaikan NPL. "Memang ada istilahnya itu tergantung dari kegiatan ekonomi, kalau (pertumbuhan ekonomi) menurun ada kemungkinan kenaikan NPL terjadi," ujar Halim yang ditemui di DPR, Selasa (27/8).

Ia menjelaskan, dari hasil stress test perbankan, untuk setiap 1 persen penurunan perekonomian atau pendapatan domestik bruto (PDB) terjadi kenaikan NPL sekitar 0,2-0,3 persen. "Kalau PDB turun 0,1-0,2 persen itu dampak akan kecil sekali," ujar dia.

Menurutnya, risiko kenaikan NPL adalah terkait permintaan domestik dan ekspor. Berbagai kondisi yang terjadi baik secara global seperti isu penghentian stimulus bank sentral AS dan domestik membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat. BI pun memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini akan mengarah ke batas bawah dari kisaran 5,8-6,2 persen.

Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia (SPI) per Juni 2013, NPL secara gross masih terjaga di level 1,9 persen jauh di bawah batas maksimal yang ditetapkan sebesar 5 persen. Pertumbuhan kredit mencapai 20,6 persen yoy. Rasio kecukupan modal (CAR) cukup tinggi di level 18 persen dan rasio kredit terhadap DPK (LDR) sebesar 87,2 persen.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman Hadad, mengatakan Indonesia harus siap dengan perlambatan ekonomi. Namun, ia melihat adanya sisi baik dari isu pengentian stimulus The Feds. "Tapering off itu berarti ekonomi AS membaik. Kalau AS membaik, global membaik," ujar Muliaman.

Untuk mengantisipasi perlambatan tersebut, Muliaman mengatakan modal harus cukup. "Masing-masing institusi harus merespons ini semua. Kinerja asuransi, lembaga keuangan, bank dll jangan kena. Modal asuransi dll masih cukup," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement