REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan 4+1 yang dikeluarkan Bank Indonesia diharapkan memperkuat paket kebijakan ekonomi pemerintah untuk menjaga stabilitas pasar keuangan dan ekomoni makro. Lima langkah kebijakan itu diharapkan bisa memperlancar aliran likuiditas antar bank.
Direktur Eksekutif Direktorat Perencanaan Strategis dan Humas Bank Indonesia, Difi Johansyah, mengatakan sebelumnya BI telah mengeluarkan empat kebijakan. Yakni memperluas jangka waktu term deposit valas hingga 12 bulan.
Merelaksasi ketentuan pembelian valas bagi eksportir yang telah melakukan penjualan devisa hasil ekspor (DHE). Menyesuaikan ketentuan transaski forex swap bank dengan BI yang diberlakukan sebagai pass-on transaksi bank dengan pihak terkait.
Kemudian ditambah dengan kebijakan menerbitkan sertifikat deposito Bank Indonesia. Serta memperpanjang term deposit valas. Untuk merespon defisit transaksi berjalan dan melemahnya nilai tukar rupiah.
"Sertifikan deposito BI ini partama, jadi lebih fleksibel, dari pada bank- bank menyimpan deposit ke Luar Negeri. Mending disimpan di BI," kata Difi dalam diskusi 'Rupiah Bikin Resah' di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (24/8).
Bank Indonesia, tambah Difi, juga memudahkan pengusaha khususnya eksportir yang ragu-ragu melepas dolar AS-nya.
Lantaran saat ini mereka ragu-ragu melepas dolarnya, karena ketakutan pada saat membutuhkan dolar tidak bisa memperolehnya kembali. Kebijakan BI juga memudahkan transaksi dana taktis.
"Memudahkan bank bergerak dengan pinjam Luar Negeri, dengan mengecualikan giro non residen hasil penjulan surat berharga. Itu memudahkan relaksasi bank-bank untuk mendapatkan likuiditas valas," kata dia.
Lima langkah itu ditujukan untuk memperkuat operasi moneter Bank Indonesia. "Ada sertifikat Bank Indonesia yang dimikili oleh asing, kemudian ada term deposito rupiah yang jangka pendek, ripo di mana kita menggadaikan surat utang pemerintah ke market," kata dia.
Sertifikat ini, kata Difi, untuk memperlancar likuiditas antar bank. "Istilahnya, Bank Indonesia ini sedang pijit-pijit, agar aliran darah lancar, jangan sampai darah itu menghilang dari badan kita, ungkap Difi.
Namun, target yang ingin dicapai BI diragukan Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati.
Menurut dia, jika dianalogikan kondisi ekonomi saat ini bukan sekadar penyumbatan darah, tetapi memang kekurangan darah.
"Apakah ini tersumbat atau darah kurang, dari neraca perdagangan, dan potensi devisit berlangsung sampai 2014, sebenarnya memang darahnya yang kurang," kata Enny.
Agar terjadi penambahan darah segar, menurut Enny, setidaknya ada langkah-langkah agar pengusaha ekspor yang banyak memarkir dananya di luar negeri dalam bentuk dolar. Bisa menarik uang itu agar disimpan di bank dalam negeri.
"Kalau ada devisa yang masuk, akan ada darah segar, pertanyaannya apakah ada yang bisa menarik ini," ujarnya.