REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Bank Indonesia (BI) menyatakan Indonesia harus rela melihat rupiah bergerak sesuai fundamental. "Nilai tukar harus merefleksikan fundamentalnya. Sepanjang fundamentalnya belum akan membaik, kita harus rela melihat rupiah bergerak sesuai fundamentalnya karena amunisi belum sempurna," ujar Deputi Gubernur BI Hendar dalam Halal bi Halal IBI Perbanas, Rabu (21/8).
Rupiah semakin terperosok. Dalam perdagangan hari ini, rupiah ditutup pada level Rp 10.873 per dolar Amerika Serikat (AS) atau terdepresiasi 5,8 persen mtd. Sementara dalam kurs tengah BI, rupiah pada Rabu (21/8) melemah Rp 219 menjadi Rp 10.723.
Hendar mengatakan kurs tidak menjadi target dari bank sentral, tetapi BI tetap akan ada di pasar. Menurut dioa level nilai tukar yang baik tidak overvalued dan undervalued, namun tidak mudah mengetahui besarannya. "Berdasarkan assessment, kita kawal pergerakan nilai tukarnya agar mencerminkan fundamental," ujar dia.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan tekanan dalam nilai tukar, pasar uang dan pasar modal disebabkan kondisi eksternal dan internal. Kondisi ekternal berasal dari stimulus moneter AS yang akan dikurangi sehingga berdampak pada negara berkembang seperti Indonesia.
"Tapi sekarang kita sama-sama mengikuti 50 persen analis kemungkinan September akan ada pengurangan stimulus moneter," ujar Agus.
Indonesia harus mempersiapkan diri menghadapi pengurangan stimulus moneter AS. Agus mengatakan bank harus memelihara ketersediaan valuta asing (valas) agar jangan sampai selip.
Sementara itu, faktor internal yang menyebabkan pelemahan rupiah adalah defisit neraca pembayaran Indonesia (NPI). Defisit NPI tercatat sebesar 2,5 miliar dolar Amerika Serikat (AS) pada triwulan II-2013. "Kita tidak hanya jaga nilai tukar, tapi juga mau neraca pembayaran kita bisa berkelanjutan. Tantangan ke depan masih besar," ujar dia.