REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Pembangunan Daerah (BPD) mencatatkan pertumbuhan laba tertinggi di antara bank-bank lainnya. Dalam Statistik Perbankan Indonesia (SPI) Juni 2013 yang dirilis Bank Indonesia (BI), BPD mencetak laba sebesar Rp 5,88 triliun, meningkat 28,9 persen yoy dari periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara itu, pertumbuhan laba industri hanya sebesar 11,7 persen yoy.
Pertumbuhan laba BPD mengalahkan pertumbuhan laba bank persero, bank campuran, bank swasta dan bank asing. Bank persero mencatatkan laba sebesar Rp 22,88 triliun, meningkat 20,2 persen yoy. Disusul dengan pertumbuhan laba bank campuran sebesar 19,7 persen menjadi Rp 2,11 triliun. Bank swasta hanya mampu mencatatkan pertumbuhan laba sebesar 4 persen atau menjadi Rp 17,98 triliun. Sedangkan bank asing mencatatkan pertumbuhan laba minus 37 persen, atau menjadi sebesar Rp 2,25 triliun.
Pertumbuhan laba BPD digenjot oleh pendapatan bunga sebesar 36,8 persen. BPD mencatatkan pendapatan bunga sebesar Rp 30,8 triliun pada paruh pertama 2013. Di sisi lain, BPD dapat menekan beban bunga sehingga pertumbuhan hanya sebesar 5,4 persen menjadi Rp 12,6 triliun. Pendapatan bunga sendiri didorong oleh pertumbuhan kredit sebesar 23 persen menjadi Rp 245,3 triliun.
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB) adalah salah satu BPD yang mencetak laba besar pada semester I. BJB berhasil mencatatkan pertumbuhan laba sebesar 14,3 persen yoy atau menjadi Rp 941 miliar.
Direktur Utama BJB, Bien Subiantoro, mengatakan pertumbuhan kredit, utamanya konsumer, KPR dan mikro, menggenjot pertumbuhan laba. BJB berhasil mencatatkan pertumbuhan KPR sebesar 209,8 persen atau mencapai Rp 2,91 triliun. Pertumbuhan KPR menyumbang pertumbuhan kredit yang mencapai 33,9 persen dalam setahunan atau mencapai Rp 41,8 triliun. "Kredit jauh di atas rata-rata pertumbuhan industri," ujar Bien.
Ia memprediksikan pertumbuhan kredit akan melambat pada semester II-2013. Hal tersebut disebabkan oleh inflasi dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). "Kemungkinan semester 2 tidak besar. Bisa turun. Kita melihat kondisi ekonomi juga," ujar dia. Inflasi dan kenaikan BBM utamanya akan berimbas pada sektor mikro.