Rabu 14 Aug 2013 13:46 WIB

Belanja Infrastruktur Selalu Kurang

Rep: Friska Yolandha/ Red: Nidia Zuraya
Pembangunan infrastruktur, ilustrasi
Foto: Fanny Octavianus/Antara
Pembangunan infrastruktur, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di 2014 pemerintah akan memperbesar porsi belanja infrastruktur. Adanya ruang fiskal yang lebih luas pada APBN 2014, akan dipakai pemerintah untuk pengembangan infrastruktur, khususnya di perdesaan.

Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gajah Mada (UGM) Tony Prasetiantono mengungkapkan dari tahun ke tahun belanja infrastruktur selalu kurang. Belanja pemerintah hanya sekitar Rp 200 miliar. Idealnya belanja infrastruktur di negara berkembang adalah sekitar lima persen dari produk domestik bruto (PDB).

PDB Indonesia saat ini senilai Rp 4.800 triliun. Sehingga belanja infrastruktur ideal adalah sekitar Rp 425 triliun. "Jadi masih harus ada Rp 225 triliun lagi swasta. Tapi swasta tidak mungkin bisa belanja infrastruktur," kata Tony kepada ROL, Rabu (14/8).

Karena hal tersebut, pemerintahlah yang harus membelanjakan untuk infrastruktur lebih banyak. Adanya pelonggaran fiskal di 2014 cukup membantu pembiayaan infrastruktur guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur yang baik akan meningkatkan daya saing sehingga investasi akan masuk lebih besar. Dengan demikian sektor riil dapat digenjot lebih kuat.

Ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Ryan Kiryanto mengatakan sejalan dengan peningkatan infrastruktur, konsumdi domestik akan tetap tinggi asalkan daya beli masyarakat dipertahankan. "Caranya adalah dengan mengendalikan inflasi di bawah lima persen di 2014," kata Ryan.

Namun jika konsumsi terus digenjot, hal ini akan berimbas pada neraca perdagangan. Neraca perdagangan akan terus tertekan dan mengalami defisit, atau setidaknya makin sulit untuk menjadi surplus kembali. Hal tersebut disebabkan oleh permintaan yang tinggi akan produk-produk impor.

Tony menilai cara terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah dengan mendorong investasi. Ia mengakui saat ini hal tersebut sedikit sulit karena tertekan lonjakan inflasi yang menyebabkan kenaikan suku bunga.

Terkait ruang fiskal, Tony berpendapat dana tersebut dapat diperoleh dari berbagai upaya seperti pendapatan negara, utang, atau pengurangan subsidi. Namun untuk pendapatan negara berupa pajak dalam jangka pendek sulit diterapkan. "Ke depan, pemerintah perlu mengejar pajak lebih agresif, misalnya membentuk tim seperti KPK untuk menyisir pengemplang pajak," kata Tony.

Pemerintah telah menyiapkan ruang fiskal pada APBN senilai Rp 18,4 triliun dari pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Menteri Keuangan Chatib Basri mengungkapkan dari total tersebut, 70,6 persen atau sekitar Rp 13 triliun akan dialokasikan untuk belanja infrastruktur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement