REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro menjelaskan terdapat dua insentif perpajakan terkait investasi yang tengah berada dalam kajian institusi yang dipimpinnya.
Kedua insentif tersebut adalah tax holiday (pembebasan membayar pajak bagi pengusaha dalam masa tertentu) dan tax allowance (keringanan atau pengurangan pajak bagi pengusaha dalam masa tertentu).
Demikian disampaikan Bambang kepada wartawan saat ditemui di Gedung Bank Indonesia, Kamis (25/7). Untuk tax holiday, Bambang mengatakan Kemenkeu akan segera menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan yang baru untuk menggantikan beleid lama yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan yang masa berlakunya rampung 2013.
"Selain untuk memperpanjang yang sebelumnya yang sudah habis, ada beberapa relaksasi paketnya agar lebih menarik. Terutama untuk beberapa industri yang membutuhkan (investasi) lebih panjang atau beberapa jenis industri dengan nilai minimal investasi lebih kecil," ujar Bambang.
Itu artinya revisi akan dilakukan terhadap jangka waktu pembayaran pajak dan jumlah minimal penanaman modal baru paling sedikit Rp 1 triliun. "Intinya kita buat lebih spesifik. Sekarang minimal Rp 1 triliun.
Jadi, kalau investasinya Rp 1 triliun atau Rp 20 triliun misalnya seolah-olah sama. Kita ingin berikan perbedaan, yang makin besar punya insentif makin bagus," kata Bambang.
Kemudian untuk tax allowance, Bambang mengatakan revisi PP 52 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu.
Bambang mengakui selama ini pemberian tax allowance kurang populer akibat banyaknya masalah persyaratan dan prosedural. Dalam revisi PP 52, selain penambahan beberapa sektor industri, penyederhanaan persyaratan dan prosedural turut menjadi pertimbangan.
Saat ini, menurut Bambang, masih ditemui miskoordinasi antara Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu. "Ini mau kita bereskan di PP," katanya.
Selain kedua insentif di atas, Bambang menyebut BKF tengah memikirkan kombinasi insentif yang tepat untuk industri intermediate (industri yang memproduksi bahan setengah jadi).
"Kita petakan dari Kemenperin industri intermediate mana yang benar-benar kita butuhkan, yang menyebabkan neraca perdagangan kita defisit. Ini kombinasinya tidak hanya tax (pajak), tapi juga bea masuk, terutama bea masuk untuk barang modalnya. Ini yang mau kita buat," kata Bambang.
Kementerian Perindustrian, menurut Bambang, memahami struktur industri di dalam negeri, terutama industri yang importasinya masih tinggi. Diharapkan, kajian terkait industri intermediate dapat rampung pada tahun ini sehingga dapat diimplementasikan pada tahun depan.
Apakah insentif yang baru ini terkait dengan adanya tren perlambatan investasi? Bambang mengatakan, "Kita intinya iklim investasi," kata Bambang.