REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gagal panen yang terjadi pada komoditas bawang diperkirakan memberi dampak berkepanjangan. Ketua Umum Asosiasi Perbenihan Bawang Merah Indonesia (APBMI) Agusman Kastojo mengatakan sedikitnya dibutuhkan waktu hingga tiga tahun untuk mengembalikan produktivitas lahan bawang seperti semula.
Ia memperkirakan produksi turun sekitar 70 persen akibat gagal panen tahun ini. "Ini kalau memang pemerintah kita rajin, kalau gagal panen dianggap biasa-biasa saja ya dalam lima tahun mungkin baru lahan pulih," ujarnya ketika dihubungi ROL, Selasa (23/7).
Durasi panjang dibutuhkan salah satunya untuk menciptakan bibit unggul. Proses ini setidaknya memakan waktu selama 2 tahun. Pemerintah juga perlu memberikan penyuluhan dan pendampingan pada petani agar bisa melakukan budidaya kembali. Ia menyarankan untuk menggandeng asosiasi dalam hal transfer mengenai ilmu pertanian. Dengan demikian, petani diharapkan tidak selalu gigit jari dan akhirnya mengambil jalan pintas tiap kali gagal panen.
Ketika harga bawang tinggi, harga bibit pun ikut melambug. Alhasil banyak pula petani yang juga menjual bibit. Tidak heran jika sekarang produksi bawang sangat minim. Petani pun tak ragu melakukan panen dini agar bisa menjual bawang lebih awal.
Pemerintah diminta lebih serius mengurus bawang. Fasilitas seperti ruangan berpendingin dan resi gudang sangat dibutuhkan agar tak selalu kelabakan apabila gagal panen. Instrumen ini diperlukan agar pasokan bawang stabil. "Resi gudang harus jalan. Kalau resi gudang akhirnya dimanfaatkan untuk keuntungan politik, ya itu resiko," ujarnya.
Dengan menempatkan kelebihan panen di gudang, petani maupun pemerintah tak perlu selalu ketar-ketir akibat anomali cuaca. Cara yang sama telah diterapkan antara lain di Vietnam, Thailand dan India. Apabila terjadi kekurangan 1000 ton, dikeluarkan produk sejumlah kekurangan. Pasar pun tidak banjir produk yang mengakibatkan harga terpuruk.