Rabu 17 Jul 2013 15:14 WIB

Anomali Cuaca, Petani Tebu Rugi Rp 70 Miliar

Rep: Lilis Handayani/ Red: Nidia Zuraya
Petani tebu
Foto: Musyawir/Antara
Petani tebu

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON – Anomali cuaca yang saat ini terjadi, telah menyebabkan petani tebu di Jawa Barat mengalami kerugian. Mereka pun berharap instansi terkait untuk memperbaharui mesin

 

‘’Kerugian yang dialami petani tebu di Jawa Barat mencapai sekitar Rp 70 miliar,’’ ujar Ketua DPD Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jawa Barat, H M Anwar Asmali, kepada ROL, Rabu (17/7).

 

Anwar mengatakan, akibat musim kemarau yang basah, para petani tebu tidak dapat melakukan penebangan secara maksimal. Pasalnya, hujan yang turun terus menerus menyebabkan jalan menuju areal tebu menjadi becek dan tidak dapat dilalui kendaraan.

 

Karenanya, lanjut Anwar, penebangan tebu hanya dapat dilakukan di pinggir ladang dan tidak bisa sampai ke tengah. Kondisi itu menyebabkan tebu yang menjadi bahan baku penggilingan gula menjadi rendah, baik kuantitas maupun kualitasnya. Pabrik gula pun akhirnya tidak bisa beroperasi secara normal setiap hari. ‘’Gilingnya tidak ajeg. Paling tiga hari giling, satu hari berhenti,’’ kata pria yang juga menjadi caleg DPRD Jabar dari PDIP itu.

 

Anwar menambahkan, pengoperasian pabrik gula pun tidak bisa full capacity. Dia menyebutkan, untuk satu kali penggilingan, bahan baku yang digiling paling hanya sekitar 50-60 persen dari kapasitas normal.

 

Tak hanya itu, lanjut Anwar, anomali cuaca juga menyebabkan tingkat rendemen menjadi sangat rendah. Dia menjelaskan, tingkat rendemen pada tahun ini hanya berkisar 6,1-6,2. Padahal, pada tahun lalu, tingkat rendemen gula bisa mencapai 7,4. ‘’Tahun ini betul-betul musibah bagi petani tebu,’’ tutur anwar.

 

Apalagi, lanjut Anwar, dalam waktu bersamaan, para petani tebu pun harus menanggung beban akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Pasalnya, kenaikan harga BBM menyebabkan biaya operasional menjadi membengkak. ‘’Harga operasional naik, tapi harga gula di tingkat petani tidak berubah, yakni Rp 9.850,’’ kata Anwar.

 

Anwar menambahkan, kesulitan yang dialami petani di lapangan semakin diperparah dengan kondisi pabrik gula yang hanya menggunakan mesin lama. Dia berharap, PT PG Rajawali dapat membeli mesin baru dan ditempatkan di pabrik lama.

 

Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris APTRI Jawa Barat, Haris Sukmawan, berharap PT RNI II mengambil langkah tepat dengan melakukan regrouping 1 dari 3 pabrik yang ada di Cirebon. Dengan demikian, produksi gula tidak terhambat karena kurangnya pasokan bahan baku.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement