REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tembus Rp 10 ribu. Kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Senin (15/7) berada di level Rp 10.024. Pelemahan terjadi pertama kalinya sejak 2009.
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia (BCA), David Sumual, mengatakan tekanan terhadap nilai tukar rupiah datang dari inflasi sebagai akibat kenaikan BBM. Padahal BI telah menaikan suku bunga acuan dan fasbi rate masing-masing sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 6,5 persen dan 4,75 persen.
Kebijakan tersebut ditempuh untuk memastikan inflasi yang meningkat pascakenaikan harga BBM bersubsidi dapat segera kembali ke dalam lintasan sasarannya. Target inflasi BI dan pemerintah adalah 7,2-7,8 persen. "Pelemahan nilai tukar rupiah masih seiring dengan pelemahan mata uang global," ujar David, Senin (15/7).
Mata uang Korea Selatan (Won) juga melemah terhadap dolar AS menjadi 1.124,3 won per dolar AS. Kemudian Yuan China turun menjadi 6,1426 yuan per dolar AS. Ringgit Malaysia menjadi 3,19 ringgit per dolar AS.
Selain itu, Surat Utang Negara (SUN) bertenor 10 tahun mengalami peningkatan imbal hasil atau yield menjadi 8.2 persen. Nilai yield tersebut telah naik 107,4 bps dari awal bulan hingga saat ini (month to date/mtd), atau naik 301,4 bps sejak awal tahun. "Melihat yield naik, aksi jual investor asing masih terjadi, tapi aliran dana asing mencatatkan peningkatan bersih Rp 1,96 triliun," ujar David.
Ia mengatakan, nilai tukar yang telah menembus Rp 10 ribu per dolar AS ini sebenarnya bukan batas psikologis yang mengkhawatirkan. Hanya saja, pelemahan ini akan berdampak pada laju inflasi yang semakin meningkat. "Kita kan saat ini tinggi sekali impor terutama barang-barang konsumtif pangan," ujar dia.
Berdasarkan hasil survei BI pada 20 kota/kabupaten hingga pekan kedua Juli, laju inflasi masih sesuai ekspektasi BI. Hal ini terlihat dari kenaikan tarif angkutan umum pada kisaran 28-30 persen. Begitu juga dengan kenaikan harga pangan. Peneliti Eksekutif Direktorat Riset dan Kebijakan Moneter, Juda Agung, mengatakan hal tersebut masih sesuai ekspektasi.
Sebelumnya, Gubernur BI, Agus Martowardojo, mengatakan depresiasi rupiah dipengaruhi penyesuaian nonresident di aset keuangan domestik. "Pelemahan rupiah sejalan dengan tren pelemahan di regional," ujar Agus.