Senin 15 Jul 2013 16:05 WIB

Pelaku Usaha Dukung Pemerintah Perbanyak Smelter

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Nidia Zuraya
area pertambangan
Foto: Republika
area pertambangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaku usaha di Indonesia mendukung kebijakan pemerintah yang akan memperbanyak industri pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral dan batu bara (minerba) dalam negeri karena posisinya sebagai industri pionir.

"Kebijakan memperbanyak industri smelter mengacu kepada UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009, Inpres nomor 3 tahun 2013 serta Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 tahun 2012," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah dan Bulog, Natsir Mansyur di Jakarta, Senin (15/7).

Natsir yang juga Direktur Utama PT Indosmelt menyebutkan indutri smelter itu diantaranya smelter tembaga/emas, aluminium, nikel, besi dan mineral lain. Industri tersebut menghasilkan bahan baku untuk industri hilir dalam negeri. "Selama ini impor bahan baku untuk kebutuhan industri hilir mencapai 80 persen dari industri hilir yang ada di dalam negeri," ujarnya.

Ia juga mengapresiasi Kementerian Perekonomian, Kementerian ESDM dan Kemenperin yang mendorong program hilirisasi minerba melalui pembangunan smelter. "Membangun industri smelter sifatnya bervariatif tergantung pada jenis mineral logam yang akan diproduksi," katanya.

Ia menambahkan bagi pengusaha nasional membangun smelter bukan hal yang sulit, asalkan pemerintah jelas, tegas, dan konsisten terhadap penerapan aturan yang mendukung pembangunan industri smelter itu sendiri. "Pemerintah harus jelas, tegas dan konsisten karena industri smelter ini industri pioner dengan investasi besar, berjangka pajang dan teknologi tinggi. Sehingga dibutuhkan kepastian hukum dan adanya insentif lainnya," tegas Natsir.

Menurutnya, Indonesia mempunyai cadangan minerba besar sehingga mulai empat sampai 30 tahun kedepan Indonesia harus menjadi negara penghasil tambang yang telah diolah dalam negeri untuk kebutuhan dunia, seperti tembaga produk akhir katoda, emas untuk cadangan devisa nasional kita dan ekspor. Perbandingan cadangan devisa emas di Bank Indonesia (BI) hanya 90 ton, Amerika Serikat 4.000 ton, dan Cina 3.500 ton.

Sementara produk aluminium dan nikel serta besi Indonesia berpeluang untuk memasok kebutuhan dunia. "Jadi tidak ada yang sulit bagi Indonesia untuk membangun smelter," ujar Natsir.

Untuk itu pihaknya berharap tahun 2014 bisa menjadi titik kebangkitan Indonesia di bidang industri pengolahan hasil minerba melalui pembangunan smelter agar ekspor tanah air selama 30 tahun ke depan dapat teratasi. Hal ini bisa sukses jika pemerintah, swasta dan BUMN saling bersinergi dan memahami betapa pentingnya industri smelter ini dibangun oleh indonesia, khususnya oleh para pelaku ekonomi nasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement