Rabu 10 Jul 2013 12:58 WIB

APPSI: Harga Daging Sapi Bisa Mencapai Rp 120 Ribu per Kg

Penjual daging sapi di Pasar Senen, Jakarta Pusat.
Foto: Antara/Wahyu Putro
Penjual daging sapi di Pasar Senen, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) memperkirakan harga daging sapi dapat mencapai Rp 120 ribu per kilogram (kg) jika pemerintah tidak segera melakukan intervensi pasar.

"Kalau dibiarkan seperti ini terus tanpa intervensi, harga daging sapi bisa Rp 115 ribu hingga Rp 120 ribu per kg. Tapi ini prediksi versi pedagang ya," kata Sekretaris Jenderal APPSI Ngadiran dihubungi di Jakarta, Rabu (10/7).

Dia mengatakan kenaikan harga daging sapi yang terjadi saat ini sudah tembus Rp 105 ribu per kg disebabkan dua hal, yaitu momentum bulan Ramadhan dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. "Siklus alamiah 'kan momentum bulan puasa harga cenderung naik, ditambah kenaikan harga BBM. Sebelum harga BBM naik harga daging saja sudah Rp 90 ribu hingga Rp 95 ribu per kg, apalagi harga BBM naik," kata dia.

Ngadiran tidak menampik bahwa siklus yang lazimnya terjadi adalah harga daging seharusnya cenderung masih stabil di awal bulan Ramadhan. Kenaikan biasanya baru terjadi dua pekan menjelang lebaran. "Lazimnya memang harga bahan pangan itu naik seminggu pertama puasa, lalu hari ke-10 hingga dua pekan puasa harga stabil, lalu naik lagi jelang lebaran. Tapi itu kan lazimnya, apa kita bisa meramal saat ini seperti itu juga," ungkapnya.

Dia mengatakan pemerintah bisa melakukan intervensi pasar untuk membuat harga daging kembali stabil. Caranya adalah dengan melakukan impor daging dan melakukan operasi pasar.

Namun dia meminta pemerintah tetap memperhatikan pedagang kecil dalam menggelontorkan daging impor di pasar.

"Intervensi pemerintah tentu melalui impor, untuk memenuhi pasokan. Tapi impor juga harus dikendalikan, jangan sampai pedagang menjerit," ujar Ngadiran. Selain itu, kata dia, pemerintah harus memastikan para peternak besar memenuhi jadwal pemotongan hewan ternaknya sesuai data statistik, agar tidak ada peternak nakal yang sengaja menunda pemotongan hewan ternaknya hingga harga melambung tinggi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement