REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tingginya harga cabai tidak mendulang untung bagi petani. Di tingkat petani, rata-rata harga cabai naik hingga seratus persen. Kenaikan ini dipicu biaya produksi cabai lebih dulu membengkak, naik sebesar 20 persen sejak sebulan terakhir.
"Konsumen menahan diri saja sementara, dikurangi konsumsinya," ujar Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia, Dadi Sudiana, Selasa (9/7).
Produksi cabai diakui turun sebesar 50 persen. Penurunan terjadi sejak bulan Juni akibat gagal panen. Kondisi ini dikatakan terjadi hampir di seluruh Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Akibatnya harga yang tinggi tidak dibarengi dengan jumlah produksi yang juga tinggi.
Kendala yang sama juga menghantam produksi bawang merah. Dibandingkan tahun sebelumnya, produksi bawang merah kini hanya menyentuh kisaran 20 persen. Belum lagi petani kini harus membeli bibit bawang dengan harga yang sangat tinggi. "Bibit bawang harganya setinggi langit, sampai Rp 60 ribu. Padahal normalnya hanya Rp 15 ribu," ujar Ketua Asosiasi Bawang Merah Indonesia, Asmawi Isa kepada ROL.
Di tingkat petani, bawang merah dihargap Rp 35 ribu per kilogram (kg). Dengan harga demikian, maka di pasar normalnya harga bawang mencapai kisaran Rp 50 per kg.
Meskipun pasokan bawang menurun, petani masih sanggup memasok bawang untuk Lebaran. Untuk itu pemerintah jangan terburu-buru membuka keran impor bawang. "Kalau untuk Lebaran, hasil panen kami masih cukup," ujarnya.
Pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Annas D Susila mengatakan tingginya merupakan dampak dari rentetan peraturan terkait komoditas hortikultura. Khusus untuk cabai, pemerintah diminta jangan terburu-buru membuka keran impor. Sebentar lagi menurutnya petani cabai akan mulai panen. "Nanti kita lihat harga cabai akan jatuh kalau keran impor dibuka," ujarnya.
Persoalan berbeda dihadapi oleh komoditas bawang. Ketika harga tinggi, petani bawang lantas tak ragu menjual benih bawangnya hingga tandas. Alhasil, berkuranglah jumlah benih yang harusnya disiapkan untuk penanaman selanjutnya. "Sekarang petani mulai impor benih," ujarnya.
Annas optimis petani lokal masih sanggup memenuhi rumah tangga. Iklim di Indonesia menurutnya sangat mendukung untuk budidaya komoditas hortikultura.