Senin 08 Jul 2013 17:11 WIB

Harga Gula Tinggi, Tapi Petani Tak Untung

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Nidia Zuraya
Stok gula dalam gudang di Pabrik (ilustrasi)
Foto: usiness.financialpost.com
Stok gula dalam gudang di Pabrik (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tingginya harga gula di pasaran tidak dinikmati petani. Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen mengatakan tender gula justru menurun. Hal ini menyebabakan harga gula ikut jatuh di tingkat petani. Harga gula yang normalnya dihargai diatas Rp 10.500 per kilogram (kg), kini harus puas di harga Rp 9750 per kg. "Kemarin sudah ada yang nawar Rp 9500 per kg," ujarnya ketika dihubungi ROL, Senin (8/7).

Selain perkara harga, petani gula juga masih berjibaku dengan anomali cuaca. Kondisi ini menyebabkan biaya tebang angkut  bertambah. Dalam kondisi normal, biaya tebang angkut sekitar Rp 8 ribu sekali jalan. Kini biayanya bertambah menjadi sekitar Rp 12 ribu sekali jalan.

Di Yogyakarta, kebanyakan sawah tidak terletak di pinggir jalan. Hal ini membuat petani harus merogoh kocek lagi untuk membayar tukang angkut tebu. Biaya tambahan ini sekitar Rp 4 ribu sekali jalan. "Intinya setiap satu ton gula, biaya tambahannya sekitar Rp 40 ribu sampai Rp 50 ribu," ujarnya.

Kualitas rendeman gula pun tak lagi baik. Ketika hujan, kualitas rendeman (kadar air dalam tebu) paling tinggi hanya 7 persen. Petani kesulitan untuk mencari rendeman sebesar 8 persen.

Ia berharap pemerintah punya  solusi agar petani gula tidak terlalu lama terpuruk. APTRI juga meminta agar pemerintah melakukan kaji ulang terhadap Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gula yang kini sebesar Rp 8100 per kg. "Harga segitu dipandang pedagang sebagai sinyal bahwa mereka sudah membeli dengan mahal. Mereka beramai-ramai nawarnya harga rendah," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement