Rabu 03 Jul 2013 15:29 WIB

Syarif Hasan: Pajak Bukti Keberpihakan Pemerintah Terhadap UKM

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Mansyur Faqih
Syarif Hasan
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Syarif Hasan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengenaan pajak bagi usaha kecil dan menengah (UKM) dikatakan merupakan bukti keberpihakan pemerintah. "Pertama, memberikan kemudahan dalam soal pembukuan. Jadi mereka yang sulit melakukan pembukuan kalau mau tertib pajak diberikan satu persen final dengan omzet sampai Rp 4,8 miliar," ujar Menteri Koperasi dan UKM Syariefuddin Hasan, Rabu (3/7). 

Kedua, lanjut dia, dengan adanya pengenaan pajak UKM pelaku usaha UKM akan terbiasa dalam hal pertanggungjawaban keuangan. Sehingga memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Keberadaan NPWP menunjukkan pelaku UKM tertib membayar pajak dan kredibilitasnya akan meningkat. "Jadi, kalau suatu saat dia butuh tambahan modal di perbankan, tentu perbankan akan sangat menyambut baik," kata Syarief.

Terkait tudingan sejumlah kalangan yang menyebut pajak UKM akan membebani pelaku usaha, Syarief mengatakan membayar pajak adalah kewajiban yang tertuang di dalam undang-undang. Cara ini pun hasil pemikiran pemerintah agar pajak yang dibayarkan UKM lebih rendah. Sebab, dalam UU 36/2008 dalam pasal 17 disebutkan, pajak yang harus dibayarkan adalah 25 persen dari laba.  "Kalau dibandingkan dengan itu, tentu jauh lebih rendah," ujar Syarief.

Wajib pajak orang pribadi dan badan yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto (omzet) tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam satu tahun pajak, akan dikenai pajak dengan tarif pajak penghasilan (PPh) yang bersifat final sebesar satu persen. Ketentuan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46/2013 tentang PPh atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

PP ini terbit pada 12 Juni 2013 dan mulai berlaku sejak 1 Juli 2013. Dalam PP itu juga diatur tentang kriteria wajib pajak orang pribadi dan badan yang tidak dapat memanfaatkan aturan ini.  Mereka adalah wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan atau jasa yang dalam usahanya menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang. Baik yang menetap mau pun tidak menetap dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement