Selasa 02 Jul 2013 17:13 WIB

Gapki: Kelapa Sawit Tidak Gunakan Lahan Deforestasi

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Nidia Zuraya
Kebun sawit
Foto: Darmawan/Republika
Kebun sawit

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawwit Indonesia (GAPKI) membantah bahwa lahan yang digunakan untuk penanaman kelapa sawit berasal dari deforestasi. Ketua bidang hukum dan advokasi GAPKI Tungkot Sipayung mengatakan, berdasarkan data dari satelit, lahan kelapa sawit tidak berasal dari deforestasi, melainkan aforestasi.

Pihaknya, sambung Tungkot, terganggu dengan tuduhan itu, karena prinsipnya ada Standard Operating Procedure (SOP) pengelolaan lahan dari pemerintah yaitu tidak boleh membakar lahan. ‘’Kebijakan itu kami ikuti, karena kalaupun kami membakar kami yang rugi karena pembakaran itu membuat kelapa sawit mati,’’ ujarnya saat di konferensi pers semiloka 'Solusi alternatif perkebunan kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia' di Jakarta, Selasa (2/7).   

Selama ini, dia melanjutkan, para pengusaha kelapa sawit hanya menggunakan lahan yang sudah tidak dipakai atau rusak. Apalagi, dia menambahkan, rata-rata setiap pengusaha kelapa sawit memiliki sertifikat system manajemen mutu standar internasional yaitu ISO 9000 dan ISO 14000. Pihaknya juga tidak segan-segan akan memberi hukuman kepada anggota GAPKI yang terlibat dalam deforestasi atau pembakaran hutan. ‘’Jadi tuduhan tersebut tidak berdasar,’’ tuturnya.

Dia mempertanyakan bahwa kalau memang kelapa sawit telah merusak lingkungan atau deforestasi, mengapa negara-negara penuduh seperti anggota Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS)  masih mengimpor sawit dari Indonesia dan Malaysia. Dirinya yakin tuduhan itu dihembuskan karena unsur persaingan bisnis dari negara-negara penghasil minyak nabati.

Apalagi, lanjut Tungkot, diantara minyak nabati yang ada yaitu minyak sawit mentah (CPO), minyak kedelai, minyak biji rape, dan minyak dari biji bunga matahari, ternyata CPO yang menguasai pangsa pasar dunia. ‘’CPO menguasai sekitar 45 persen dari total empat minyak tersebut,’’ katanya.

Dia menjelaskan, CPO memiliki keunggulan karena produktivitasnya yang tinggi. Contohnya di Indonesia saat ini menghasilkan 24 juta ton kelapa sawit, dan dia memperkirakan pada 2015-2016 nanti produksi kelapa sawit menjadi 40 juta ton. Selain itu, kelapa sawit Indonesia telah memberikan lapangan pekerjaan untuk sedikitnya 17 juta orang warga Indonesia. Tidak hanya itu , nilai ekspor CPO telah memberi kontrbusi pendapatan untuk negara.

‘’Tahun lalu kami menyumbang 21 miliar dolar AS untuk negara. Nilai itu merupakan satu-satunya produk ekspor individu yang paling besar. Kami juga memberi kontribusi pajak senilai Rp 80 triliun selama 2007 sampai  saat ini,’’ terangnya.

Terkait adanya keputusan moratorium tidak ada penambahan lahan kelapa sawi, pihaknya menghormati keputusan tersebut. Namun, dia melanjutkan, kebijakan moratorium tersebut dapat membuat Indonesia rugi. ‘’Akhirnya grup-grup perusahaan kelapa sawit seperti Wilmar melakukan ekspansi dengan memiliki lahan di Afrika, dan konsesi di Brasil. Itu membuat kita rugi,’’ ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement