REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Steel Pipe Industry Tbk (Spindo) menunda beberapa ekspansi usahanya lantaran dana hasil initial public offering (IPO) tidak sesuai dengan harapan. Wakil Direktur Utama Spindo Tedja Sukmana Hidianto mengatakan perseroan akan melakukan ekspansi yang lebih mendesak terlebih dahulu.
"Sebenarnya bukan tidak mencapai target, tapi harga yang kami dapatkan adalah harga terendah sehingga ada beberapa ekspansi yang harus ditunda," kata Tedja usai rapat umum pemegang saham (RUPS) di Jakarta, Selasa (25/6).
Ada beberapa rencana yang ditunda, yaitu seperti pemindahan mesin dari Pasuruan ke Gresik. Mengingat permintaan yang cukup tinggi dan keperluan pemindahan belum mendesak, perseroan memutuskan untuk memperkuat kapasitas lebih dulu.
Gresik akan ditingkatkan kapasitasnya menjadi 25 ribu ton per bulan. Selain itu perseroan juga akan meningkatkan produksi di pabrik lain , yaitu Surabaya menjadi 400 ribu ton dan Karawang menjadi 10 ribu ton per bulan.
Sesuai rencana, perseroan tetap akan mendatangkan mesin-mesin untuk pabrik di Karawang. Hanya karena melesetnya pencapaian dana, perseroan mengganti negara impor mesin dari Jepang menjadi Taiwan. "Kami mencari mesin yang harganya lebih murah namun menghasilkan produk dengan kualitas yang hampir sama," kata Tedja.
Per kuartal pertama perseroan memperoleh penjualan senilai Rp 713 miliar. Nilai ini turun bila dibandingkan dengan penjualan triwulan pertama tahun sebelumnya. Tedja mengungkapkan hal tersebut disebabkan oleh masalah keterlambatan pengiriman produk. Hal tersebut membuat perolehan penjualan harus dimasukkan ke kuartal kedua, alih-alih kuartal pertama.
Tahun ini Spindo menargetkan perolehan penjualan senilai Rp 3,8 triliun. Nilai ini terkoreksi bila dibandingkan dengan target yang disampaikan dalam laporan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal tersebut melihat pencapaian kuartal pertama perseroan.
Hingga Mei 2013 perseroan menandatangani dua proyek, yaitu proyek pengadaan pipa untuk PT Perusahaan Gas Negata Tbk dan proyek peti kemas di Pelabuhan Tanjung Emas. Nilai masing-masing proyek adalah 36 juta dolar AS dan Rp 64 miliar. "Sehingga total proyek yang sudah ada di tangan tapi belum terealisasi mencapai Rp 700 miliar," kata Tedja.
Namun Tedja menegaskan kontrak tidak mencerminkan perolehan pendapatan Spindo. Pasalnya Spindo tidak hanya menyediakan pipa untuk proyek-proyek tertentu namun juga menyuplai ke pelanggan secara reguler.
Tedja menambahkan perseroan masih fokus melakukan penjualan di dalam negeri. Perseroan hanya melakukan ekspor jika ada pesanan-pesanan khusus seperti tahun lalu ke perusahaan tambang di Australia serta pesanan dari Amerika Serikat dan Kanada. Tahun ini perseroan juga sedang menunggu proyek lain di Malaysia dan Australia.