REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang akan diumumkan malam ini membuat tekanan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berkurang. Kepastian kenaikan harga BBM ini justru memberikan sedikit kelegaan di pasar modal tanah air.
"Kalau tidak jadi dinaikkan malah memperburuk situasi," ujar Ekonom Pasar Uang dan Saham dari Universitas Indonesia, David Sumual saat dihubungi Republika, Jumat (21/6).
Menurutnya tekanan terhadap IHSG sedikit berkurang dibanding jika tidak ada kenaikan harga BBM. Pasalnya impor BBM tanah air cukup besar lebih dari 2 miliar dolar AS. "Paling tidak tekanan sedikit berkurang sehinga rupiah juga tidak terlampau tertekan seperti pekan-pekan kemarin," katanya.
IHSG Jumat (21/6) ditutup anjlok 1,58 persen atau 73,28 basis poin ke level 4.556,72 dari 4.629,99 pada penutupan Kamis (20/6). Kurs tengah rupiah juga masih lemah, ditutup di level Rp 9.960 per dolar AS untuk Jumat (20/6).
Meski begitu, David menilai penurunan ini bukan karena dampak wacana kenaikan harga BBM, melainkan imbas pernyataan Chairman Federal Reserve (Bank Sentral Amerika Serikat) yang memungkinkan akan mengakhiri pelonggaran kuantitatif (quantitative easing).
"Ini memicu banyak fund manager kembali melakukan penjualan aset dan kembali ke dolar AS," katanya.
Hal Ini bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi hampir terjadi di seluruh negara. Anjloknya IHSG di Afrika Selatan, kata David, bahkan lebih buruk dari Indonesia.