REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak terdorong lebih tinggi (rebound) untuk kelima sesi berturut-turut pada Selasa (18/6) atau Rabu (19/6) pagi WIB, mengejar lonjakan euro terhadap dolar AS jelang pengumuman kebijakan bank sentral AS, Federal Reserve (Fed), dan karena kekhawatiran atas meningkatnya konflik di Suriah.
Minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate untuk pengiriman Agustus di New York Mercantile Exchange, berakhir di 98,44 dolar AS per barel, naik 67 sen dari penutupan Senin (17/6). Di perdagangan London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Agustus ditutup naik 55 sen menjadi 106,02 dolar AS per barel.
Kenaikan terjadi ketika para pemimpin Rusia dan seluruh anggota Kelompok Delapan (G8) dalam pertemuan mereka di Irlandia gagal menjembatani perpecahan tentang mengakhiri pertumpahan darah di Suriah, yang telah memicu kekhawatiran para pedagang minyak atas kemungkinan dampaknya di daerah lain di Timur Tengah yang kaya minyak. "Minyak selalu sangat sensitif terhadap semua jenis krisis atau potensi krisis, termasuk perang Suriah," kata Kelly Teoh, ahli strategi pasar di IG Markets di Singapura, Rabu (19/6).
Sementara itu, dolar AS terus merosot terhadap euro, membuat minyak dalam denominasi dolar lebih murah bagi mereka yang menggunakan mata uang zona euro. Penguatan harga minyak juga datang menjelang penutupan pertemuan dua hari Fed pada Rabu (19/6) waktu AS, dengan ketua Fed Ben Bernanke diperkirakan membuat kebijakan jelas tentang apakah Fed melihat pertumbuhan ekonomi AS pada jalur yang berkelanjutan, membenarkan perlambatan kebijakan uang longgarnya.
"Semua mata tetap fokus pada pidato Ketua Fed Ben Bernanke besok, di tengah rumor yang sedang berlangsung tentang jangka waktu untuk pengurangan program QE," kata Myrto Sokou seorang analis pada perusahaan pialang Sucden.