Jumat 14 Jun 2013 19:19 WIB

BI Optimistis Kredit Perbankan Tetap Tumbuh

Rep: Friska Yolandha/ Red: Djibril Muhammad
Gubernur BI Agus Martowardoyo
Foto: Yudhi Mahatma/Antara
Gubernur BI Agus Martowardoyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indoonesia (BI) baru saja menaikkan BI Rate dari 5,75 persen menjadi 6 persen. Kenaikan BI Rate ini ditakutkan akan ikut menaikkan suku bunga perbankan.

Namun Gubernur BI, Agus DW Martowardojo menilai kenaikan suku bunga ini tidak akan memberikan pengaruh besar terhadap pertumbuhan kredit perbankan.

"Kalau akibat kenaikan BI Rate akan berdampak terhadap perbankan, selama ini perbankan kita berkembang dengan sehat," ujar Agus ketika ditemui di kompleks BI, Jumat (14/6).

Pertumbuhan kredit perbankan masih di atas 20 persen. Meskipun dalam beberapa bulan mendatang perbankan akan mengerem kredit dan melakukan pengkajian ulang terhadap pertumbuhan kreditnya, kredit dinilai masih akan bertumbuh.

Dengan rasio kredit bermasalah yang saat ini berada di bawah tiga persen dan rasio kecukupan modal rata-rata perbankan di Indonesia sebesar 18 persen, perbankan Indonesia masih dalam jalur yang sehat untuk tumbuh. BI justru mengkhawatirkan pertumbuhan kredit properti.

"Justru kami sedang mengawasi kredit properti itu bisa tumbuh di atas 35 bahkan 40 persen," kata Agus.

Kenaikan BI Rate merupakan salah satu langkah dari BI untuk menyikapi kondisi yang tidak pasti secara global. Ketidakpastian ini ikut memberikan dampak negatif ke Indonesia sehingga BI perlu menjaga stabilitas melalui kenaikan BI Rate.

Kondisi perekonomian saat ini berbeda dengan tahun sebelumnya, kata Agus, di mana negara mengalami surplus dengan indikator perekonomian yang cukup baik. Sedangkan saat ini negara mengalami defisit perdagangan dan fiskal yang cukup besar.

Inflasi juga menjadi salah satu alasan bagi BI untuk menaikkan BI Rate. Tiga bulan ke depan merupakan waktu inflasi tinggi di Indonesia. Ditambah lagi setelah pengesahan anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan APBNP) akan ada kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi (BBM). Sehingga BI perlu memberikan respon.

Dengan ekspektasi inflasi yang cukup tinggi, Agus menolak memberikan kemungkinan apakah BI Rate akan kembali naik. Ia menyatakan BI akan terus mengikuti perkembangan yang ada. Tingginya inflasi diakui akan memberikan tekanan berat. Namun hal tersebut akan terus diwaspadai oleh BI.

"Kalau BI harus merespon, maka bentuk responnya adalah bauran kebijakan termasuk kebijakan makro prudential," ujar Agus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement