Rabu 12 Jun 2013 19:15 WIB

Perang Diskon Tak Jadikan Konsumen Loyalis

Diskon (ilustrasi)
Foto: massageplanetnews.blogspot.com
Diskon (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Djoko Suceno

BANDUNG -- Program diskon seringkali menjadi senjata ampuh bagi para pelaku bisnis ritel dalam mendongkrak minat konsumen. Hanya saja program diskon ini menimbulkan efek negatif jika penerapannya tak tepat.

"Pelaku ritel masih menganggap program diskon sangat ampuh. Padahal itu justru akan membahayakan," kata Retail Marketing Expert, Yongky Susilo,dalam senimar sehari bertajuk "How to Manage Your Retail Business to Maximize Sales and Profit" yang diselenggarakan HU Republika bekerja sama  dengan Bank BJB di Hotel Savoy Homann Bidakara, Bandung, Rabu (12/6).

Para pelaku bisnis ritel, kata Yongky, masih menggunakan pola diskon sebagai daya tarik bagi konsumen. Saking percayanya dengan program diskon, pelaku bisnis ritel meluncurkan program tersebut hampir setiap pekan.

Bahkan, kata dia, ada yang berani meluncurkan program diskoon  tiga sampai empat kali dalam sepekan. "Salah besar kalau program diskon tujuannya untuk menarik konsumen loyalis," ujar dia.

Menurut Yongky, untuk menarik minat konsumen loyalis diperlukan strategi khusus. Sebab, kata dia, program diskon hanya akan mendorong konsumen berhitung tentang angka. 

Sementara untuk mendatangkan konsumen loyalis perhitungan angka tidak akan masuk. "Yang paling tepat agar konsumen menjadi loyalis yaitu pelayanan dengan hati. Konsumen harus diperlakukan secara khusus karena mereka adalah bos kita. Konsumen loyalis mainnya dengan hati tidak dengan angka," tutur dia.

Karena itu, lanjut Yongky, perusahaan ritel harus bisa merubah paradigma karyawannya agar memiliki hati dalam melayni konsumennya. Para pekerja  di bisnis ini, imbuh dia, mulai dari pimpinan tertinggi hingga karyawan terendah harus bisa memainkan emosi para konsumennya.

"Bikin pelayanan yang memuaskan konsumen setiap hati.  Gunakan emosi dan solusi agar konsumen loyalis terhadap kita," kata dia.

Selain pelayanan, sambung Yongky, pelaku bisnis ritelnjuga harus terus meningkatkan kualitas barang yang dijualnya. Dengan menjual barang yang berkualitas dan pelayanan sepenuh hati, tentunya konsumen akan terus terikat. Dengan kualitas dan pelayanan yang memuaskan, kata dia, pelaku bisnis ritel tak lerlu mengeluarkan biaya promosi yang besar.

"Konsumen loyalis kita inilah yang akan menjadi corong kita. Dia ( konsumen loyalis) akan mempromosikan kita. Kalau bayar iklan, apalagi iklan di televisi biayanya besar," cetus dia.

Menurut Yongky, pasar ritel Inodonesia akan terus mengalami perkembangan seiring meningkatnya jumlah kelas menengah di tanah air. Perkembangan kelas menengah, kata dia, dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan.

Pada tahun 1980-an, kata dia, jumlah kelas menengan di Indonesia sekitar 25 persen. Dan pada 2012 lalu, angkanya melonjak  menjadi 60 persen.

"Tiga kota besar Jakarta, Bandung, dan Surabaya masih menjadi andalan bagi bisnis ritel. Selain itu ada 10 kota lainnya di Indonesia yang mengalami pertumbuhan bisnisnritel," kata dia.

Yongky mengungkapkan, ke depan bisnis ritel tak hanya sekedar menjual produk semata. Bisnis ini pun harus mulai melakukan kombinasi antara seni dan teknologi. Kombinasi ini,mkata dia, sudah mulai dilakukan produsen ritel.

"Pelaku bisnis ritel pun harus terus melakukan inovasi agar bisa menjadi pemenang dalam persaingan usaha ini yang kian ketat dari tahun ke tahun," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement