Selasa 11 Jun 2013 14:12 WIB

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Dapat Opini WDP

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
Ketua BPK Hadi Purnomo dan Wakil Ketua BPK Herman Widyananda (kanan)
Foto: BPK
Ketua BPK Hadi Purnomo dan Wakil Ketua BPK Herman Widyananda (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2012. Demikian diungkapkan Ketua BPK Hadi Poernomo saat menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPP 2012 kepada DPR dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (11/6). 

Hadi menjelaskan terdapat pengecualian pada LKPP 2012 meliputi empat hal. Pertama, untung atau rugi selisih kurs dari seluruh transaksi yang menggunakan mata uang asing belum dilakukan sesuai Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan terkait yang berpengaruh pada realisasi penerimaan dan atau belanja.

Kedua, kelemahan penganggaran dan penggunaan belanja barang, belanja modal dan belanja bantuan sosial yaitu kelemahan pengendalian dan pelaksanaan revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sehingga realisasi belanja melampaui DIPA sebesar Rp 11,37 triliun untuk selain belanja pegawai. 

Kemudian, belanja barang dan belanja modal yang melanggar ketentuan perundang-undangan dan berindikasi merugikan negara sebesar Rp 546,01 miliar. Termasuk yang belum dipertanggungjawabkan sebesar Rp 240,16 miliar dan pembayaran belanja barang dan belanja modal di akhir tahun Rp 1,31 triliun tidak sesuai realisasi fisik. 

Selain itu, terdapat belanja bantuan sosial sebesar Rp 1,91 triliun masih mengendap di rekening pihak ketiga dan/atau rekening penampung kementerian negara/lembaga dan tidak disetor ke kas negara dan penggunaan belanja bantuan sosial sebesar Rp 269,98 miliar tidak sesuai dengan sasaran.

Ketiga, aset eks-Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebesar Rp 8,79 triliun belum ditelusuri keberadaannya dan aset properti kelolaan PT PPA sebesar Rp 1,12 triliun belum diselesaikan penilaiannya. 

Keempat, Saldo Anggaran Lebih (SAL) akhir 2012 yang dilaporkan berbeda dengan keberadaan fisik SAL sebesar Rp 8,15 miliar. Kemudian penambahan fisik SAL sebesar Rp 33,49 miliar tidak dapat dijelaskan serta koreksi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) sebesar Rp 30,89 miliar tidak didukung dokumen sumber yang memadai. 

"Itulah dasar-dasar mengapa BPK memberikan opini WDP terhadap LKPP Tahun 2012," ujar Hadi.

Sebagai catatan, BPK juga memberikan opini WDP terhadap LKPP Tahun 2011.  LKPP merupakan bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan APBN oleh pemerintah pusat. 

Pertanggungjawaban pelaksanaan APBN berupa LKPP tersebut sebelum disetujui oleh DPR dan disahkan oleh pemerintah menjadi UU, harus telah diperiksa BPK.Pemerintah telah menyampaikan LKPP 2012 kepada BPK 27 Maret 2013. Sesuai dengan UU, BPK memeriksa LKPP dalam waktu dua bulan sejak menerimanya dari pemerintah. Oleh karena itu, pada 28 Mei 2013, BPK menyampaikan secara tertulis LHP terhadap LKPP kepada DPR, DPR dan pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement