REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Produksi batu bara nasional tahun 2013 diprediksi bisa mencapai 400 juta ton melampaui target sebesar 390 juta ton. "Kebutuhan pasar baik domestik maupun ekspor tetap stabil meskipun ada isu pembatasan impor Cina," kata Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Supriatna Suhala dalam Konferensi CoalTrans Asia di Nusa Dua, Bali, Senin (3/6).
Menurut Supriatna, kebutuhan batu bara terutama yang berkalori rendah (low rank) saat ini tetap stabil sejalan dengan maraknya pembangunan pembangkit listrik. Kondisi ini diyakini tetap memicu kegiatan produksi. Itu terbukti dari realisasi produksi batu bara Indonesia selama tiga bulan pertama 2013 sudah mencapai 95 juta ton. "Jika melihat tren perkembangan pasar maka target produksi 390 juta diperkirakan terlampaui," ujarnya.
Sementara realisasi produksi tahun 2012 mencapai 386 juta ton. Dari jumlah ini 75 juta ton diserap pasar dalam negeri dan sisanya diekspor. Untuk tahun 2013 pasar domestik diperkirakan mampu menyerap sekitar 80 juta ton produksi, katanya.
Mengenai isu Cina akan melarang masuknya batu bara berkadar rendah, Supriatna mengakui pasti akan mempengaruhi pasar mengingat ekspor Indonesia ke Cina mencapai 90 juta ton per tahun. Namun ia optimistis kalau pun Cina melakukan penutupan impor, pasar ekspor batu bara Indonesia tetap cerah.
Ekspor batu bara bisa dialihkan ke India, Sri Lanka, Pakistan dan negara-negara anggota ASEAN karena kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik di negara-negara berkembang tersebut cukup besar. India, misalnya, akan membangun pembangkit listrik berbahan bakar batu bara hingga 100 ribu megawatt (MW). Karena itu India butuh mengimpor batu bara hingga 150 ribu ton per tahunnya.
"Jadi saya tetap optimis pasar ekspor batu bara setidaknya dalam sepuluh tahun mendatang masih bagus. Lagi pula rencana penutupan impor Cina masih belum pasti sampai sekarang," katanya.