REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berniat meminta peternak untuk menurunkan harga bobot sapi hidup. Pasalnya, harga bobot hidup sapi yang rata-rata Rp 36 ribu per kilogram (kg) dinilai Menteri Pertanian Suswono terlalu tinggi.
Karenanya, pemerintah menargetkan penurunan harga bobot hidup pada kisaran Rp 32 - Rp 34 ribu per kg. Angka tersebut dikatakan sudah cukup menguntungkan bagi peternak.
Menanggapi rencana tersebut, Ketua Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Teguh Boediyana mengatakan hal ini justru akan mendulang kerugian bagi peternak. Menurutnya, selama ini peternak telah mengeluarkan biaya yang cukup tinggi untuk penggemukan sapi. "Memang selisih (harga) mau dibayari pemerintah?," ujarnya saat dihubungi ROL, Selasa (28/5).
Pemerintah, menurutnya, harus bertanggung jawab penuh menghadapi harga daging yang masih tinggi. Mengingat acuan yang dipakai dalam program swasembada daging dan kerbau merupakan hasil hitungan pemerintah. Peternak, sambung Teguh, seharusnya tidak diberatkan dengan dampak yang timbul karena kesalahan perhitungan yang dibuat pemerintah sendiri.
Ketua Forum Peternak Indonesia, Arum Sabil mengatakan Kementerian Perdagangan seharusnya turun langsung menghadapi peternak. Selama ini peternak sudah cukup repot bersaing dengan keberadaan daging impor. "Bukannya (Kemendag) malah melegitimasi kepentingan importir," ujar Arum, Selasa (28/5).
Berdasarkan biaya kebutuhan pakan dan nutrisi, satu ekor sapi minimal menghabiskan Rp 36 ribu per hari. Jika biaya ini dikurangi, otomatis kualitas sapi domestik juga akan mengalami penurunan.
Sebagai gambaran, satu ekor sapi membutuhkan pakan hijau sebanyak 20 kg setiap hari. Harga satu kg pakan yaitu Rp 500 kg. Lalu untuk kecukupan nutrisi, sapi perlu diasup dengan kalsium. Satu ekor sapi menyerap konsentrat dengan kalsium sebanyak 8 kg per hari. Harga satu kg konsentrat mencapai Rp 2.000 per kg.
Ditambahkan Teguh, penyediaan fasilitas seperti mesin taksir di setiap pasar tidak memberikan dampak signifikan bagi peternak. Pemerintah juga seharusnya konsisten tidak membukan keran impor meskipun dengan dalih momentum Lebaran ataupun stabilisasi harga.
Saat ini Menteri Perdagangan dan Menteri Pertanian telah sepakat membebaskan daging jenis prime-cut dari kuota. Kesepakatan tersebut juga mengatur pintu masuk daging impor hanya melalui tiga titik, yaitu Bandara Soekarno Hatta di Jakarta, Bandara Polonia di Medan dan Bandara Ngurah Rai di Bali.
Pemerintah juga telah menunjuk Perum Bulog untuk menjadi stabilisator sementara. Bulog dikatakan hanya mengimpor daging guna operasi pasar terbatas di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Kebutuhan di DKI Jakarta saat ini menurut Mentan sekitar 2.000 hingga 3000 ton per bulan. Jelang Ramadahan, kebutuhan daging biasanya meningkat sebanyak 30 persen.
Pemerintah masih optimis program swasembada sapi bisa terlaksana tahun depan. Saat ini pemerintah berharap dapat menekan impotasi daging sebesar 15 persen. Total kebutuhan daging nasional tahun 2013 diasumsikan lebih dari 100 ribu ton. "Kalau tambah impornya tidak lebih dari 17 persen dari total kebutuhan daging nasional," ujar Mentan.