REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Segera setelah dilantik menjadi Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Dermawan Wintarto Martowardojo memprioritaskan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). UU JPSK ini diperlukan sebagai payung hukum bagi pemerintah dalam mengambil keputusan penanganan krisis.
Usai dilantik jadi Gubernur BI di Mahkamah Agung, pekan lalu, Agus mengatakan skala prioritas BI adalah UU JPSK. "Karena kalau krisis terjadi, kita sangat mengandalkan UU JPSK," ujar Agus.
UU JPSK juga dapat mendorong perkuatan stabilisasi sistem keuangan. "Kami yakinkan bahwa stabilitas sistem keuangan akan dijaga, tapi BI harus bekerjasama dengan lembaga terkait seperti OJK, Kemenkeu, LPS, fiskal dan sektor riil," kata Agus.
Asisten Gubernur BI, Mulya Siregar, mengatakan UU JPSK sangat diperlukan agar bila terjadi krisis, para pemangku jabatan dapat mengambil keputusan untuk hal-hal yang sangat kritis. "Kalau itu tidak ada, sulit. Siapa yang mau ambil keputusan kalau tak ada dasarnya," ujar Mulya, Ahad (26/5).
Ia meminta semua pihak, termasuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera memikirkan hal tersebut. "UU JPSK itu harus disiapkan," tegas dia.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Harry Azhar Azis, mengatakan BI tidak berwenang untuk membahas RUU JPSK secara resmi. Dalam hal ini, pihak yang berwenang adalah pemerintah dan DPR. "Gubernur BI tidak dapat berbuat apa-apa tentang UU. Harusnya ketika dia (Agus) masih menjadi Menteri Keuangan mendorong UU JPSK," ujar Harry. Namun, Harry mengatakan saat ini RUU JPSK sedang dibahas di DPR.
Selain RUU JPSK, RUU Redenominasi rupiah juga dianggap penting. Agus mengatakan sosialisasi perlu ditingkatkan. "Seluruh masyarakat harus paham dulu bahwa redenominasi itu bukan sanering," ujar Agus.
Menurut Agus, redenominasi perlu dijalankan di masa depan pada saat yang tepat. "Redenominasi ini bisa dilakukan saat perekonomian sedang stabil," ujar dia.