REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan redenominasi rupiah sebaiknya dilakukan setelah pemerintahan baru terbentuk pascapemilu 2014 untuk mendapatkan stabilitas politik dan ekonomi.
"Bank Indonesia mensyaratkan redenominasi perlu stabilitas politik dan ekonomi. Namun, apakah stabilitas bisa tercapai pada tahun-tahun politik seperti saat ini," kata Sofjan Wanandi di Jakarta, Kamis (23/5).
Sofjan pesimistis hingga 2014 politisi di DPR akan membahas rancangan undang-undang redenominasi yang sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2013. Sebab, selama setahun ini politisi DPR akan lebih banyak fokus menghadapi Pemilu 2014.
Sofjan juga berpendapat redenominasi tampaknya tidak akan menjadi prioritas pemerintah di akhir masa jabatan. Dengan postur APBN yang lebih banyak untuk subsidi daripada pembangunan menunjukkan pemerintah lebih memprioritaskan kemiskinan daripada redenominasi.
"Redenominasi yang diwacanakan BI memang perlu dilakukan. Namun, saya tidak yakin isu tersebut menjadi prioritas pemerintah saat ini," tuturnya.
Di sisi lain, Sofjan juga sependapat apabila redenominasi dilakukan sebelum berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
"BI tampaknya ingin menyiapkan redenominasi untuk menghadapi MEA 2015 supaya Indonesia tidak dipermalukan dengan nominal rupiah yang terlalu besar," ujarnya.
Sofjan Wanandi menjadi salah satu pembicara dalam Seminar Nasional 'Redenominasi dan Upaya Penguatan Rupiah' yang diadakan 'Kwik Kian Gie School of Business' di auditorium kampus tersebut.
Selain Sofjan, pembicara lainnya adalah Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah, Direktur Eksekutif Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral Bank Indonesia Iskandar Simorangkir, Sekretaris Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Partogi Pangaribuan dan pakar ekonomi Kwik Kian Gie School of Business Hasan Zein Mahmud.