REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Utang pemerintah sampai dengan akhir April 2013 telah mencapai Rp 2.023,72 triliun. Meskipun demikian, pemerintah optimistis mampu menyelesaikan kewajibannya.
"Yang penting dijaga adalah rasio utang terhadap GDP (Produk Domestik Bruto/PDB)," ujar Plt Menteri Keuangan sekaligus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa kepada wartawan saat ditemui di kantornya, Senin (20/5).
Hatta menjelaskan, titik aman rasio utang terhadap GDP adalah 60 persen. Sedangkan Indonesia sampai dengan akhir 2012 lalu memiliki rasio sekitar 24 persen. Rinciannya outstanding utang Rp 1.984 triliun dan PDB Rp 8.543 triliun.
Lebih lanjut, Hatta menganalogikan kemampuan negara membayar utang dengan pengalamannya sebagai pengusaha dulu. Dia mengatakan dulu omzet perusahaannya relatif minim sehingga ketika memiliki utang Rp 100 juta, perlu dibayar selama empat tahun. Namun, seiring dengan peningkatan omzet perusahaan, pada tahun kelima, perusahaan membeli rig untuk pengeboran minyak dengan berutang 6 juta dolar AS ke bank. Utang itu dapat dilunasi dalam waktu satu tahun.
"Mengapa bisa terjadi? karena kemampuan bayar utang saya kuat. Karena apa? Omzet saya meningkat besar," kata Hatta.
Kondisi sekarang, menurut Hatta, GDP Indonesia lebih esar dibandingkan masa lalu. Lebih lanjut, Hatta mengatakan prinsip utang adalah negara dengan GDP rendah tidak boleh memiliki utang yang besar. Kemudian, utang tidak boleh digunakan untuk hal-hal yang tidak produktif.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, rasio utang pemerintah terhadap PDB memang mengalami penurunan. Dari besaran 35 persen per 2007 dengan rincian outstanding utang Rp 1.389 triliun dan PDB Rp 3.951 triliun menjadi 24 persen pada 2012. Ditargetkan pada tahun ini, rasio utang pemerintah terhadap PDB turun menjadi 23 persen dengan rincian outstanding utang diproyeksikan Rp 2.157 triliun dan PDB Rp 9.270 triliun.