REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Fitch Ratings Singapore Pte Ltd memberikan peringkat BBB minus atas obligasi global yang diterbitkan perusahaan minyak milik negara PT Pertamina. Pertamina menerbitkan global bond senilai 3,25 miliar dolar AS dari total Surat Utang Global Jangka Menengah (GMTN) senilai 5 miliar dolar AS .
Associate Director Fitch Singapura Shahim Zubair mengungkapkan peringkat Pertamina disamakan dengan peringkat induknya, yaitu Republik Indonesia. "Pertamina adalah salah satu perusahaan milik negara yang paling penting dalam menjalankan kebijakan energi nasional dan menjadi satu-satunya perusahaan penyulingan satu-satunya milik Indonesia," ujar Zubair, Kamis (16/5).
Lebih dari 50 persen penjualan Pertamina diperoleh dari penjualan produk-produk bahan bakar bersubsidi. Fitch berpendapat dukungan yang diterima Pertamina dalam bentuk pembayaran subsidi akan tetap berjalan di masa depan, karena kenaikan harga dari produk-produk bersubsidi akan tetap menjadi tantangan secara politis.
Obligasi Pertamina diterbitkan dalam dua seri dengan tenor yang berbeda. Seri pertama diterbitkan senilai 1,625 miliar dolar AS dengan tenor 10 tahun. Seri kedua diterbitkan bernilai sama dengan tenor 30 tahun.
Pertamina menawarkan kupon obligasi 4,35 persen per tahun untuk seri pertama dan 5,635 persen per tahun untuk seri kedua. Barclays, Citigroup, dan Royal Bank of Scotland ditunjuk perseroan pelat merah tersebut untuk menjadi penjamin emisi obligasi.
Menurut sumber yang dikutip dari Euroweek, permintaan obligasi seri pertama Pertamina mengalami kelebihan permintaan hingga 5,3 kali. Obligasi seri kedua mengalami oversubscribed sebanya 3,5 kali.
Pemodal asing, khususnya dari Asia berminat cukup tinggi terhadap obligasi perseroan. Sekitar 29 persen obligasi seri pertama diserap oleh investor Asia. Sedangkan obligasi seri kedua diserap 38 persen.
Hasil dari penerbitan obligasi ini akan digunakan perseroan untuk belanja modal dan kebutuhan umum perusahaan. Pertamina berencana meningkatkan belanja modal secara signifikan dalam jangka menengah untuk meningkatkan produksi di hulu dan keleluasaan operasi penyulingan.
Sebelumnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat nilai penawaran umum sepanjang triwulan pertama senilai Rp 21,84 triliun. Nilai ini tumbuh 76 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sekitar 84 persen adalah berupa efek bersifat utang atau obligasi.
Sepanjang kuartal pertama terdapat 17 penawaran umum obligasi yang terdiri dari 14 penerbitan obligasi dan 3 penerbitan obligasi syariah. "Jumlah penawaran obligasi ini meningkat 30,77 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu," ujar Anggota Dewan Komisioner OJK bidang Pasar Modal, Nurhaida.