Kamis 16 May 2013 12:15 WIB

Tingginya Harga Properti Jadi Persoalan di Banyak Negara

Perumahan, ilustrasi
Perumahan, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan mengatakan tingginya harga properti saat ini juga merupakan persoalan yang dihadapi banyak negara lain khususnya kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara sebagai wilayah negara berkembang.

"Di negara-negara lain, tingginya harga properti menjadi persoalan, ini karena suku bunga rendah secara global," kata Fauzi dalam seminar 'Macroeconomic Policies For Sustainable Growth With Equity in East Asia' di Yogyakarta, Kamis (16/5).

Selain itu kata dia adanya quantitatif easing (menambah uang beredar), menyebabkan banyak uang menganggur dan sektor riil tidak bisa menyerap, sehingga mereka memburu aset dan yang paling menguntungkan saat ini adalah properti. Dengan terlalu tingginya harga properti, kata dia, akan memperlebar jurang kesenjangan sosial.

"Yang membuat kesenjangan makin lebar itu inflasi properti. Harus ada kebijakan lanjutan. Pembelian properti harus diredam, misalnya dengan mengenakan pajak lebih tinggi untuk rumah kedua dan selanjutnya (pajak progresif-red)," ujar Fauzi.

Di Indonesia sendiri, lanjut dia, mahalnya harga properti dan tingginya permintaan kredit sudah ditahan oleh sejumlah aturan, misalnya aturan Loan to Value (LTV) dan larangan pemilikan properti hak milik untuk warga asing. Namun aturan yang ada dinilai belum cukup. "Jika kebijakan lanjutan tidak segera diambil, dikhawatirkan akan timbul gejolak sosial. Properti tidak produktif dan berpotensi menjadi masalah politik, dan itu sudah terjadi di Brasil, Rusia serta Cina ketika kesenjangan makin melebar," ujarnya.

Berdasarkan data Konsultan Properti Cushman & Wakefield Indonesia, harga rumah tapak dalam kurun tiga tahun terakhir mengalami kenaikan hampir 100 persen. Pada triwulan I-2013, harga rumah tapak rata-rata naik 25,1 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Meski harganya terus naik, produk perumahan laku keras hampir di seluruh segmen pasar.

Di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) misalnya, komposisi penyerapan rumah tinggal untuk segmen atas mencapai 27 persen, segmen menengah atas 28 persen, segmen menengah 22 persen, segmen menengah bawah 15 persen, dan segmen bawah delapan persen.

Kategori rumah segmen atas itu di atas harga Rp2 miliar per unit, segmen menengah atas di kisaran Rp 1,4 miliar-Rp 2 miliar per unit, dan rumah segmen menengah Rp 800 juta-Rp 1,39 miliar per unit. Adapun rumah segmen menengah bawah di kisaran Rp 400 juta-Rp 799 juta per unit dan segmen bawah di bawah Rp 400 juta per unit.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement