REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) melansir pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I 2013 tercatat 6,02 persen. Ekonom PT Bank CIMB Niaga Tbk. Wisnu Wardana menyatakan, perlambatan kontribusi pembentukan modal tetap bruto atau investasi perlu dicermati.
"Kita melihat arahnya ke sana," tutur Wisnu kepada Republika, Senin (6/5). Wisnu menjelaskan, penurunan investasi terlihat khususnya dari investor asing. Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhannya secara tahunan negatif.
"Banyak janji pemerintah yang tidak terselesaikan sehingga investor asing khawatir," kata Wisnu. Dengan kondisi ini, Wisnu memprediksi pertumbuhan investasi tidak akan mencapai 50 persen seperti 2010 silam. Kontribusi investasi juga akan lebih rendah dibandingkan 2012.
Sementara dari sisi konsumsi rumah tangga, terdapat resiko inflasi akibat gonjang-ganjing kenaikan harga BBM bersubsidi. "Belum lagi inflasi dari pendapatan masyarakat yang tertekan oleh kenaikan harga barang dan jasa. Bisa jadi konsumsinya terdampak," ujar Wisnu.
Perlambatan konsumsi rumah tangga dan investasi diperkirakan akan membuat target pertumbuhan ekonomi 2013 setara 6,8 persen dikoreksi. "Pertumbuhan tak akan setinggi perkiraan 6,5 persen. Bisa di 6,1 sampai 6,2 persen.
Untuk konsumsi pemerintah, terdapat masalah dari sisi distribusi anggaran khususnya pada aspek administrasi. Wisnu menilai ada ketidaksiapan dari pengguna APBN sehingga penggunaan anggaran tidak optimal. Hal ini, ujar Wisnu, telah berlangsung dua sampai tiga kuartal lalu.