REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia disarankan untuk mengurangi subsidi untuk energi dan listrik serta mengalokasikannya untuk sektor lain yang lebih penting seperti infrastruktur. "Subsidi salah digunakan. Selama ini subsidi disalurkan untuk bahan bakar minyak (BBM). BBM itu dikonsumsi oleh semua pihak, yang berhak dan tidak berhak," papar Direktur Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ekonomi dan Sosial untuk Asia dan Pasifik, Katinka Weinberger, di Jakarta, Kamis (18/4).
Katinka yang ditemui dalam acara Peluncuran Survei Sosial Ekonomi Asia dan Pasifik 2013 di Gedung Bank Indonesia (BI) menyarankan agar dana untuk subsidi disalurkan untuk sektor yang bisa memberikan manfaat bagi orang-orang yang tidak mampu. Ia menambahkan, jika mereka tidak dibantu, kondisi mereka akan memburuk dan berada di tingkat paling miskin.
Dalam kesempatan sama, mantan gubernur Bank Indonesia, Adrianus Mooy, menilai Indonesia mengalami defisit anggaran karena pengeluaran seperti pembayaran utang dan subsidi BBM dan listrik. "Kita harus mengurangi subsidi dan menggunakan dana tersebut untuk membangun infrastruktur," ujarnya.
Untuk membiayai defisit keuangan, pemerintah meminjam dana dari pasar modal domestik. "Sebenarnya, sumber dananya berasal dari luar negeri juga. Jadi sama saja dengan meminjam uang dari luar negeri," jelasnya. Dana tersebut tidak dapat dipakai untuk membiayai pembangunan karena pinjamannya jangka pendek.
Adrian mengatakan, Indonesia dapat tumbuh dengan baik ditengah krisis Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Namun, ia memprediksi ketidakpastian global masih tetap ada. Ia menyarankan pemerintah untuk memperhatikan kualitas pertumbuhan. "Pertumbuhan juga harus dapat dinikmati oleh rakyat," ujarnya.
Saat ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia ada di tingkat 6,2 persen. Ia meminta pemerintah untuk mewaspadai hal tersebut. "Jangan-jangan ini hanya keberuntungan," ucapnya.
Adrian mengatakan, sumber pertumbuhan saat ini berasal dari sektor primer dan jasa yang tidak menyangkut kehidupan orang banyak. "Kita tumbuh hanya pada satu dua kaki. Lebih baik pada seribu kaki. Kita harus memperluas sumber pertumbuhan," ungkapnya.
Di sisi permintaan, Indonesia beruntung karena memiliki permintaan dometik yang tinggi. Ia menyarankan agar Indonesia mengimbangi kosumsi dan investasi. "Kalau tidak ada investasi, impor dan inflasi akan naik. Kita harus prioritaskan investasi dometik," ujarnya.