Selasa 16 Apr 2013 10:14 WIB

Indonesia Berpotensi Besar dalam Perbankan Ritel

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Nidia Zuraya
Bank Indonesia
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Bank Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia memiliki potensi besar dalam sektor perbankan ritel. Selain karena Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar, juga ada dukungan pemerintah untuk memajukan sektor bisnis ini.

Sektor ritel dinilai mampu menjadi kunci penggerak kebangkitan industri perbankan syariah nasional. Pasalnya sektor ini memberikan peluang pertumbuhan pembiayaan yang tinggi dengan tingkat risiko tetap terjaga. "Indonesia adalah pasar potensial sektor perbankan ritel di dunia," kata Head of Shariah Banking Bank Permata, Achmad K Permana, kepada ROL dalam acara Islamic Finance News (IFN) Forum Indonesia di Jakarta, Senin (15/4).

Pembiayaan syariah di segmen ini menjanjikan pertumbuhan antara 30 persen hingga 40 persen pertahun. Sektor ritel diyakini mampu mengembangkan industri perbankan syariah lebih cepat. Saat ini hampir semua bank umum syariah (BUS) maupun unit usaha syariah (UUS) sudah masuk dalam pembiayaan ritel. Bahkan beberapa di antaranya mengandalkan segmen ini sebagai kontributor terbesar pembiayaan perusahaan.

Semakin banyaknya bank syariah yang terus ekspansif di segmen ini, membuat ke depannya pembiayaan segmen ritel diprediksi berkontribusi 60 persen hingga 70 persen dari total pembiayaan perbankan syariah. Dengan tingginya dukungan pertumbuhan pembiayaan di segmen ritel maka semakin memperbesar kontribusi perbankan syariah terhadap industri perbankan nasional.

Permana mengatakan, dalam mengembangkan perbankan ritel, perlu didukung produk-produk yang kuat. Seperti misalnya yang dilakukan Bank Permata. Belum lama ikut menjual sukuk negara ritel seri SR-005 yang tembus hingga angka Rp 289 miliar.

"Kuota yang kami punya habis terjual," ujar Permana. Bank Permata merupakan satu dari 16 bank yang bertindak sebagai agen penjual SR-005 yang ditawarkan hingga 22 Februari lalu.

Senada dengan Permana, Direktur Ritel Bank Muamalat Indonesia, Adrian A Gunadi, menilai prospek sektor ritel di Indonesia cukup besar. Hal ini didukung rilis dari McKinsey Global Institute. "Ekonomi Indonesia diprediksi akan menjadi terbesar ketujuh dunia pada 2030," ucap Adrian.

Menurut data McKinsey, ekonomi Indonesia paling stabil di dunia, melebihi pertumbuhan ekonomi negara-negara maju yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Indonesia didorong oleh tingkat konsumsi domestik yang luar biasa besar.

Bank Muamalat sendiri mempunyai berbagai cara dalam membidik sektor ritel. Diantaranya melalui program Muamalat Berbagi Rezeki (MBR). Langkah tersebut terbilang efektif  menggenjot penghimpunan dana ritel, khususnya dari produk-produk tabungan (saving accounts). Terbukti, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) tabungan Bank Muamalat meningkat dalam tiga tahun terakhir sejak program ini dijalankan.

Pada 2010 DPK tabungan meningkat 30,9 persen dari Rp 5,3 triliun pada 2010 menjadi Rp 7 triliun di 2011. Sementara tahun berikutnya DPK tabungan meningkat lagi sebesar 34,8 persen menjadi Rp 9,4 triliun pada 2012. Di 2013, DPK tabungan diproyeksikan meningkat 48,7 persen menjadi Rp 14,04 triliun.

Asisten Direktur Departemen Perbankan Syariah Bank Indonesia (BI), Rifki Ismail mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2012 sebesar 6,23 persen. Saat ini ada 11 bank umum syariah (BUS) dan 24 unit usaha syariah (UUS) di Indonesia yang hampir semuanya menyasar sektor ritel. Diharapkan dengan adanya indikator tersebut sektor retail banking di Indonesia menjadi lebih cemerlang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement