Senin 15 Apr 2013 14:57 WIB

Asosiasi Tambang: Perjelas Soal Ekspor Terbatas

Rep: Sefti Oktarianisa/ Red: Nidia Zuraya
Tambang PT Freeport
Foto: antara
Tambang PT Freeport

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi pertambangan meminta pemerintah memperjelas aturan ekspor terbatas. Meski berdasarkan UU Nomor 4 tahun 2009 ekspor mineral mentah dilarang di 2014 nanti, pemerintah telah menegaskan bakal kembali membuka kran ekspor asal pengusaha mengajukan izin pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter).

"Kita minta supaya dalam dispensasi yang diberikan itu, kriteria yang ditetapkan pemerintah harus jelas," tegas Koordinator Komite Kerja Lintas Asosiasi Pertambangan Irwandy Arif saat mengelar konferensi pers, Senin (15/4). Menurutnya aturan ekspor terbatas itu harus memuat alasan teknologis dan ekonomis.

Pasalnya, hal ini bukan hanya terkait soal nilai tambah. Ia menuturkan ini menyangkut investasi.

"Kalau kompromi ini dilakukan, bisa saja ketidakpastian hukum muncul, terutama untuk investor yang sudah pengembang smelter," jelasnya. Misalnya, kata Irwandy, ekspor baru boleh dilakukan jika fisibility study (FS) sudah dilakukan pengusaha untuk membangun smelter.

Hal senada juga dikatakan Ketua Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) Poltak Sitanggang. Ia menyayangkan aturan terkait mineral yang ada di Tanah Air.

Soalnya, banyak aturan yang inkonsisten dan diplintir untuk kepentingan kelompok tertentu. Alhasil, ini merugikan pelaku usaha mineral yang mencoba mengikuti peraturan yang dibuat pemerintah. "Ini industri sudah tua tapi tak tertata dengan baik. Yang terjadi malah tumpang tindih dan membuat kita menjadi tertatih-tatih," jelasnya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pertambangan Indonesia (API) Martiono Hadianto masih enggan berpendapat soal ekspor terbatas ini. Dikatakannya pihaknya masih harus melihat detil aturan yang akan dikeluarkan pemerintah.

Namun soal pembangunan smelter, memang diakuinya tak semua komoditas mineral memungkinkan untuk dimurnikan. "PB (plumbum/timbal) dan zink (seng) misalnya itu tak memungkinkan karena sumber dayanya terbatas di Indonesia," tegasnya.

Pembangunan smelter untuk tembaga misalnya, juga dinilainya tak laik. Meski tersedia, cadangan tembaga tidak stabil. Ia meminta sebaiknya pemerintah fokus mengembangkan smleter yang sudah ada saja. "Misalnya smelter di Gresik dinaikkan dari kapasitas 300 ribu ton per tahun menjadi 900 ribu per tahun," ucap Martiono.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik menegaskan bakal ada toleransi ekspor mineral di 2014 nanti. Walau dalam UU Nomor 4 tahun 2009, barang mentah tak boleh diekspor, ia menurutkan pemerintah akan menerapkan ekspor mineral terbatas. Sementara bagi mereka yang tengah mengupayakan pembangunan smelter namun belum selesai, Jero menuturkan mungkin saja izin ekspor mineral mentah sementara dikeluarkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement