Jumat 12 Apr 2013 14:34 WIB

BBJ Optimistis Harga Kakao Tembus 2.600 Dolar AS

Rep: Friska Yolandha/ Red: Nidia Zuraya
Kakao, ilustrasi
Foto: Antara
Kakao, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) optimistis harga kakao menguat di akhir tahun dengan kisaran 2.600 dolar AS per metrik ton. Dua bulan ke depan harga kakao diharapkan menguat dari 2.250 menjadi 2.400 dolar AS per metrik ton.

Officer Divisi Penelitian dan Pengembangan BBJ Renji Betari mengungkapkan harga kakao telah mengalami kemerosotan sejak akhir 2011. Padahal Indonesia adalah penghasil kakao ketiga terbesar di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. "Penurunan kakao mencapai 40 persen," kata dia di Jakara, Jumat (12/4).

Penurunan disebabkan oleh tidak adanya harga yang menjadi acuan petani dalam menjual hasil produksinya. Petani kebanyakan menggunakan bursa harga konsumen, yaitu di Amerika Serikat dan Inggris. Padahal kedua negara tersebut merupakan konsumen kakao. Sedangkan konsumen menginginkan harga termurah untuk mendapatkan komoditas.

Padahal komoditas lain seperti kedelai, jagung, dan gandung setiap tahunnya selalu mengalami kenaikan harga. Bila dibandingkan dengan jangka waktu yang sama dengan kakao, kenaikan harga ketiga komoditas tersebut adalah 30 persen. Harga ketiganya mengacu pada bursa produsen, yaitu AS.

Kehadiran produk bursa kakao berjangka di BBJ diharapkan akan menjadi acuan bagi petani untuk menjual kakao. Hal ini tidak lain bertujuan untuk mengubah pola pikir petani yang masih menggunakan harga konsumen, bukan produsen. Selain itu kehadiran bursa berjangka kakao juga bertujuan agar tercipta harga produsen sehingga tidak diatur oleh konsumen.

Sejak diluncurkan pada Desember 2011 bursa berjangka kakao sudah mendapatkan sambutan positif dari pelaku pasar. Hal tersebut dapat dilihat dari volume transaksi kakao yang terus meningkat. Dari pertama kali dibuka, volume transaksi bursa berjangka kakao meningkat dari 3.000 lot menjadi 5.000 lot.

BBJ akan terus meningkatkan keikutsertaan pelaku pasar dalam mendorong peningkatan harga kakao. Hal ini dilakukan dengan melakukan sosialisasi dan edukasi ke wilayah penghasil kakao di Indonesia. "Kami mengajak mereka, terutama pedagang fisik, untuk memakai harga produsen," kata Renji.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement