REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional 2013 lebih rendah dari ekspektasi sebelumnya. Sepanjang tahun ini, ekonomi diperkirakan melambat dari 6,3-6,8 persen menjadi 6,2-6,6 persen. Khusus 2014, BI juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi terkoreksi ke bawah dari 6,7-7,2 persen menjadi 6,6-7,0 persen.
Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan di tengah investasi bangunan yang tetap tumbuh kuat, investasi non bangunan cenderung melambat. Ditambah, ekonomi dunia masih belum pulih. "Sehingga tak banyak target ekspor yang bisa diharapkan yang membuat pertumbuhan ekonomi nasional tak setinggi perkiraan sebelumnya," ujar Darmin usai Rapat Dewan Gubernur di Jakarta, Kamis (11/4).
Darmin mengatakan cadangan devisa juga turun dari 105,2 miliar dolar AS per akhir Februari 2013 menjadi 104,8 miliar dolar AS per akhir Maret 2013. Ini setara dengan 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan masih di atas standar kecukupan internasional.
Nilai tukar Rupiah juga mengalami tekanan depresiasi sepanjang triwulan I 2013, meski lebih moderat sejalan berlanjutnya aliran modal masuk. Nilai tukar Rupiah secara rata-rata melemah 0,7 persen dari kuartal ke kuartal mencapai Rp 9.680 per dolar AS.
Untuk triwulan II 2013, BI memperkirakan defisit transaksi berjalan lebih rendah dari triwulan sebelumnya, seiring membaiknya transaksi modal dan finansial. Selain itu, arus investasi portofolio termasuk penerbitan obligasi pemerintah. Namun, defisit transaksi berjalan diperkirkaan tetap tinggi karena arus impor dan tingginya konsumsi BBM.
Deputi Gubernur BI, Hartadi A Sarwono, mengatakan ada sisi baik dari estimasi penurunan ekonomi nasional. Indikasinya, di tengah pertumbuhan ekonomi global yang masih belum membaik, impor ke Indonesia masih naik. Jika dilihat dari komponen domestik yaitu permintaan (demand), maka terjadi moderasi.
"Perekonomian Indonesia secara keseluruhan bisa menyesuaikan sendiri dengan situasi yang belum menguntungkan," kata Hartadi dalam kesempatan sama. Misalnya, jika defisit current account tetap terjadi, sementara kegiatan ekonomi tetap tumbuh ke atas, itu justru menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Faktanya, pertumbuhan ekonomi nasional termoderasi ke bawah dan ini bukan negatif, melainkan moderasi yang positif.
Ke depannya, kata Hartadi, akan ada pengaruh positif yang membawa kembali peningkatan ekonomi, yaitu pemilihan umum (pemilu). Sepanjang 2013 dan 2014, sumbangan kenaikan ekonomi dari pemilu adalah 0,15 persen. "Dampak untuk 2014 lebih besar dibandingkan 2013," ujarnya.