REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) tengah mengikuti proses tender untuk mendapatkan lisensi operator layanan telepon di Myanmar. Presiden Direktur Telkom, Arief Yahya mengaku siap untuk menurunkan tarif operator telepon jika memenangkan tender tersebut. "Kalau kita dapat lisensi, harga (operator telpon) akan menuju harga wajar," ujarnya di Yangon, Myanmar, Rabu (3/4).
Saat ini, operator telpon di Myanmar dilayani dua penyedia yakni MPT dan Yatanarpon. Harga kartu perdana untuk telpon genggam di Myanmar mencapai 200 dolar AS atau hampir dua juta rupiah.
Tarif wajar untuk operator telpon, kata Arief tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Hal itu terlihat di Indonesia ketika tarif wajar untuk operator telepon baru bisa ditarik setelah 10 tahun. "Tapi semakin ke sini, bisa lebih cepat. Harga wajar di Myanmar bisa dicapai empat sampai lima tahun," ujar Arief.
Nilai investasi Telkom di Myanmar bisa mencapai 2 miliar dolar AS atau Rp 19,4 triliun. Menurut Arief, nilai investasi tersebut tidak sulit bagi Telkom mengingat belanja modal (capital expenditure/capex) di Indonesia sudah mencapai 2 miliar dolar AS per tahun. "Sumber pendanaan sudah siap dan tidak akan mengganggu capex dalam negeri," ujarnya.
Saat ini, Arief mengaku Telkom sudah memiliki ketersediaan dana sebesar 1 miliar dolar AS. Dengan dana ini, Telkom bisa mendapatkan pinjaman bank hingga 3 miliar dolar AS. "Kami bisa leverage (meningkatkan) dana untuk investasi itu dengan kerja sama perbankan," ujarnya.
Myanmar dinilai Arief menjadi wilayah hijau (greenfield) bagi investasi telekomunikasi Telkom. Hal ini mengingat baru 10 persen dari 60 juta penduduk Myanmar yang mendapat akses telekomunikasi terutama telepon genggam. Selain Myanmar, wilayah hijau investasi komunikasi tinggal Kuba dan Korea Utara. "Greenfield paling memungkinkan bagi Telkom adalah Myanmar. Sehingga Myanmar menjadi greenfield terakhir," ujar Arief.