REPUBLIKA.CO.ID, Elektronik Jepang pada 1990-an menguasai dunia. Sebut saja Sony, Panasonic, dan Sharp, ketiganya adalah elektronik yang sangat familiar dalam rumah tangga.
Jauh dari kondisi saat itu, kini ketiga raksasa teknologi tersebut tengah kritis. Mereka nyaris terkapar tak berdaya di tengah gempuran raksasa baru yang memberikan nilai lebih kepada konsumen, seperti Apple Inc dan Samsung Electronics Co.
Dulu di kereta bawah tanah Jepang hampir semua anak muda mendengarkan musik melalui walkman keluaran Sony. Hari ini, jangan dibilang, di tanah kelahiran Sony, mereka justru menikmati musik dari iPhone dan Samsung.
Kehancuran raksasa Jepang juga terlihat dari rapor merah perusahaan. Sony membukukan keuntungan sangat kecil tahun ini sejak 2008.
Panasonic diperkirakan membukukan kerugian 9 miliar dolar. Sharp kehilangan uang begitu cepat dan dinilai tidak akan mampu bertahan satu tahun lagi tanpa suntikan besar dana tunai.
Ekonom yang berbasis di Tokyo Gerhard Fasol menyebutkan raksasa Jepang mulai melemah akibat revolusi digital. Raksasa Jepang membangun kerajaan mereka dengan membuat mesin listrik yang kompleks, seperti radio, televisi, karet, kulkas, dan mesin cuci.
Kemudian revolusi digital dimulai dan dunia berubah totall. "Sony walkman adalah contohnya. Walkman adalah perangkat yang murni mekanis sedangkan hari ini Anda harus memiliki model bisnis yang sama sekali berbeda," ujar Fasol seperti dilansir BBC Selasa (2/4).
Revolusi digital tidak hanya mengubah cara perangkat elektronik bekerja, tetapi juga mengubah cara mereka dibuat. Model manufaktur ikut bergeser seiring dengan perpindahan produksi perusahaan ke negara berbiaya rendah. Kondisi itu memberi tekanan besar pada marjin perusahaan Jepang.
Dari tiga perusahaan Jepang di atas, Sony merupakan satu-satunya yang mampu bertahan. Itupun karena lebih banyak menjual asuransi daripada menciptakan produk teknologi.
Presiden Hitachi Corporation Hiroaki Nakanishi mengungkapkan keprihatinan yang sama. Teknologi digital mengubah segalanya. Dalam industri televisi itu bisa berarti satu chip untuk memproduksi sebuah televisi besar dengan kualitas dan resolusi tinggi.
Kini semua perusahaan dapat melakukannya. "Hal ini berarti pemain baru dari Korea dan Cina bisa melakukannya," kata Hiroaki.
Struktur industri telah berubah dalam sekejap mata. Jika sebuah perusahaan tidak mampu melakukannya, maka perusahaan tersebut harus siap gulung tikar.