Rabu 27 Mar 2013 07:55 WIB

Hengkangnya 90 Perusahaan Garmen-Tekstil Dinilai Wajar

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Dewi Mardiani
Industri tekstil, ilustrasi
Industri tekstil, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berpindahnya perusahaan yang diakibatkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) di suatu daerah menjadi hal yang biasa di negara mana pun. Hal itu akan terjadi pada perusahaan yang berbasis padat karya.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Said Iqbal, mengatakan perusahaan akan mencari daerah dengan menekan biaya produksi semurah mungkin di seluruh dunia. "Perusahaan di Jakarta wajar jika pindah ke Jawa Tengah karena upah minimum di sana lebih rendah, ujarnya di Jakarta, Rabu (27/3).

Selain itu dampak positif perpindahan industri padat karya untuk Jakarta dapat menekan urbanisasi. Biasanya pekerja yang bekerja di Jakarta bukan penduduk asli Jakarta. Sehingga setelah perusahaan hengkang, pekerja dapat memilih untuk berhenti bekerja atau tetap bekerja dengan syarat mengikuti perpindahan perusahaan.

Pekerja di Jakarta, diakuinya telah siap apabila perusahaan tersebut benar akan pindah. Dia telah mengacu pada pengalaman ketika pada tahun 1990 Bekasi dipenuhi dengan industri padat karya. "Ketika UMP di sana naik seluruh perusahaan hengkang dan dibuat tujuh kawasan industri," ujarnya.

Sebelumnya pekerja yang di PHK sebanyak 100 ribu orang. Tetapi dengan tujuh kawasan industri baru, mereka dapat mempekerjakan 600 ribu orang. Said mengaku tidak masalah dengan perpindahan perusahaan asalkan dengan beberapa syarat. Hak-hak buruh setelah pemutusan kerja harus dibayar. Pemerintah DKI Jakarta harus membuka kawasan industri padat modal. Pemprov juga harus menyediakan pelatihan gratis di BLK bagi mereka yang memilih berhenti bekerja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement