Rabu 20 Mar 2013 10:30 WIB

OJK Terima Banyak Pengaduan Asuransi

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Nidia Zuraya
Asuransi, ilustrasi
Asuransi, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerima 413 laporan masuk terkait aktivitas transaksi Lembaga Jasa Keuangan (LJK) per 19 Maret 2013. Ini menyusul semakin maraknya kasus-kasus yang muncul terkait penipuan investasi.

Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Kusumaningtuti S Soetiono mengatakan sebanyak 72 laporan di antaranya berupa pengaduan terkait permasalahan industri keuangan nonbank (IKNB). "Pengaduan paling tinggi itu adalah IKNB, khususnya pengaduan asuransi," ujarnya dalam 'Journalist Class OJK' di Jakarta, Selasa (19/3) malam.

IKNB ini memang berkembang sangat pesat di Indonesia. Sayangnya, peraturan yang menaunginya belum serapi aturan perbankan dan pasar modal. Kusumaningtuti mengatakan IKNB usaha perasuransian dan dana pensiun sebetulnya sudah diatur dalam bentuk undang undang (UU). Namun, perusahaan pembiayaan dan penjaminan masih belum memiliki UU.

Usaha perasuransian saat ini tengah menjalani revisi, sementara masih diatur dalam UU Nomor 02/ 1992. Sedangkan dana pensiun diatur dalam UU Nomor 12/ 1980 yang juga diusulkan direvisi.

Dari 413 laporan yang diterima OJK, sebanyak 260 di antaranya berupa permintaan informasi, 50 di antaranya adalah penyampaian informasi, dan sisanya 31 adalah aduan dari luar yang ditangani Direktorat Asuransi. Kusumaningtuti mengatakan sebagian besar masyarakat Indonesia belum memiliki informasi memadai dari layanan dan produk jasa keuangan. Survei Bank Dunia tahun lalu menunjukkan sebanyak 52 persen dari 110 juta penduduk di Indonesia tak memiliki akses ke LJK.

Sektor jasa keuangan sangat dinamis karena berkembang terus, mulai dari layanan dan inovasi produk. Karakteristik alami ini membuat semua proses berjalan cepat dan serba inovatif. OJK menilai ini memerlukan penanganan yang seirama dan semua sektor keuangan harus mengikuti kedinamisan itu. Penyelesaian setiap permasalahan yang terjadi di dalamnya sebetulnya bisa diselesaikan secara mediasi.

Kusumaningtuti mencontohkan peran Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) yang bisa menyelesaikan sengketa klaim antara konsumen dan LJK. Batas sengketa klaim untuk asuransi jiwa dan sosial maksimal Rp 500 juta. Sedangkan batas sengketa klaim asuransi umum dan asuransi kerugian maksimal Rp 750 juta.

BMAI akan melakukan mediasi dan judikasi. Apabila sengketa selesai di level BMAI, berarti masalah terselesaikan sampai final. Jika konsumen tidak puas maka konsumen bisa membawa masalahnya ke pengadilan umum. "BMAI sedang diproses supaya nantinya berada di bawah perlindungan konsumen OJK," kata Kusumaningtuti.

BMAI awalnya adalah lembaga penyelesaian sengketa yang dibentuk oleh industri dan dibiayai industri. Ini sangat efektif, sayangnya masih beroperasi sebatas wilayah Jabodetabek. OJK juga akan membuat satu aturan yang mewajibkan setiap LJK membentuk call center untuk pusat aduan. Targetnya sekitar April 2013.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement