Senin 18 Mar 2013 08:34 WIB

Pemerintah Tak Serius Kurangi Beban Subsidi BBM

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Mansyur Faqih
 Sejumlah kendaraan antre mengisi bahan bakar jenis pertamax akibat habisnya BBM bersubsidi di salah satu SPBU di jalan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat, Senin (26/11). (Republika/Agung Fatma Putra)
Sejumlah kendaraan antre mengisi bahan bakar jenis pertamax akibat habisnya BBM bersubsidi di salah satu SPBU di jalan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat, Senin (26/11). (Republika/Agung Fatma Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dinilai tidak memiliki upaya serius untuk mengurangi beban subsidi bahan bakar minyak (BBM) terhadap APBN.  Hal tersebut tercermin dari tak jelasnya program konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG).

Ekonom Econit Advisory Group Hendri Saparini menyatakan program konversi ke BBG telah dicanangkan sejak 2010. Namun, memasuki 2013 program konversi seolah hilang ditelan bumi. Padahal konversi efektif untuk mengendalikan volume konsumsi BBM bersubsidi.

Kementerian ESDM mengakui adanya sejumlah kendala, baik teknis dan nonteknis, yang menghambat konversi BBM ke BBG. Kendala teknis, yaitu mulai dari konverter kit yang harus diimpor, penyiapan bengkel hingga sumber daya manusia.  

Sedangkan nonteknis, yaitu perizinan pembukaan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG). Perizinannya membutuhkan waktu yang relatif lama mengingat kaitannya dengan lahan untuk lokasi SPBG yang akan dibangun. 

Mandeknya konversi atau pengendalian konsumsi pada sisi lain mengakibatkan pemerintah mengambil jalan pintas. Yaitu mengusulkan opsi menaikkan harga. Menurut Hendri, menaikkan harga belum tentu akan mengurangi konsumsi BBM bersubsidi.  

"Solusinya tidak boleh ad hoc," tutur Hendri saat dihubungi Republika, Senin (18/3).  

Hendri mengatakan, opsi kenaikan harga yang beredar akhir-akhir ini telah mengakibatkan timbulnya ekspektasi infasi. Harga sejumlah barang pun telah dinaikan oleh sejumlah pihak untuk mengantisipasi opsi kenaikan harga diambil.  

"Ketidakpastian telah diciptakan oleh pemerintah," ujar Hendri.  

Ia pun menilai, dengan beredarnya rumor tersebut, manajemen kebijakan publik yang ditunjukkan pemerintah terlihat buruk. Pemerintah tidak berkeinginan atau berani untuk menyelesaikan masalah BBM bersubsidi sampai ke akarnya.  

Realisasi belanja subsidi BBM dalam APBN pun senantiasa melampaui pagu yang ditetapkan. Pada APBN-P 2012, realisasi subsidi menyentuh Rp 211,8 triliun. Atau 154,2 persen terhadap pagu Rp 137,3 triliun. Pada APBN 2013, subsidi BBM ditetapkan Rp 193,8 trilun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement