REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Pemerintah Tunisia, Selasa (5/3), mengumumkan di dalam satu komunike kenaikan harga bahan bakar per liter sebesar 100 millimes (sekitar 0,7 dolar AS). Kenaikan tersebut berlaku juga untuk bahan bakar tanpa timbal, diesel dan gas cair.
Tujuan kenaikan itu ialah untuk membantu memangkas defisit anggaran yang membengkak di negeri tersebut, demikian berita yang dilansir dari kantor berita resmi Tunisia, TAP, Rabu (6/3). Kenaikan harga tersebut merupakan yang kedua kalinya selama tahun ini.
Kenaikan harga bahan bakar ini diperkirakan akan mengurangi subsidi negara atas produk bensin dari 4,7 juta dinar (sekitar 3,5 miliar dolar AS) menjadi 4,2 juta dinar (sekitar 3 miliar dolar AS).
Selain produk yang berkaitan dengan bahan bakar, Tunisia juga mensubsidi listrik dan produk pangan, termasuk tepung, gula dan minyak goreng.
Langkah penghematan lain meliputi kenaikan harga yang sudah berjalan pada minuman beralkohol, tarif dasar listrik dan pajak sebesar satu persen atas gaji pejabat menjadi 1.700 dinar atau setara 1.300 dolar AS per bulan.
Pada Jumat (1/3) malam, Presiden Tunisia Moncef Marzouki telah memperpanjang keadaan darurat di negeri tersebut selama tiga bulan lagi. Dengan mengutip komunike dari istana presiden Tunisia, TAP melaporkan keputusan tersebut diambil setelah konsultasi dengan Hamadi Jebali, yang meletakkan jabatan Perdana Menteri, dan Ketua Majelis Konstituen Mustapha Ben Jaafar.
Keadaan darurat diberlakukan pada 14 Januari 2011, setelah aksi perlawanan yang menggulingkan presiden Zine El Abidine Ben Ali. Tunisia dilanda kerusuhan baru akibat pembunuhan tokoh utama oposisi Chokri Belaid pada 6 Februari 2013.